Sederet pengalaman sebagai kepala daerah itu membuat Presiden Jokowi memberikan amanah sebagai menteri pertanian periode 2019-2024 di Kabinet Indonesia Maju. Sejak ditunjuk sebagai mentan, setidaknya ada beberapa kebijakan yang lahir di tangan pria kelahiran 16 Maret 1955 itu.
Di sektor pertanian, SYL membuat kebijakan pemberdayaan petani. Salah satu strateginya adalah meliputi pendidikan dan pelatihan; penyuluhan dan pendampingan; pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian; konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan kelembagaan petani.
Beberapa kebijakan pengaturan pemberdayaan petani ini diatur melalui Permentan Nomor 49 Tahun 2019 tentang Komando Strategis Pembangunan Pertanian serta Kepmentan Nomor 484/2021 tentang Perubahan Atas Kepmentan Nomor 259/2020 tentang Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2020-2024.
Baca Juga:Polemik Dugaan Pemerasan oleh Pimpinan KPK di Kasus Kementerian PertanianPenjelasan Syahrul Yasin Limpo Terkait Kasus di KPK, Begini Tanggapan Firli Bahuri
Setidaknya ada beberapa tujuan indikator yang diatur dalam Kepementan Nomor 484/2021 tersebut. Pertama, SYL ingin meningkatkan pemantapan ketahanan pangan. Kedua, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian.
Lalu, ketiga meningkatkan pemanfaatan teknologi dan inovasi pertanian. Keempat, meningkatkan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia pertanian. Kelima, terwujudnya reformasi birokrasi Kementerian Pertanian.
Khusus di tahun ini, SYL memiliki empat program kerja untuk meningkatkan produktivitas pertanian serta transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Keempat program tersebut meliputi program ketersediaan, akses dan konsumsi pangan berkualitas, program nilai tambah dan daya saing industri, program pendidikan dan pelatihan vokasi, serta program dukungan manajemen.
Kinerja SYL juga berhasil membawa kementeriannya mendapatkan berbagai penghargaan dunia. Penghargaan pertama dari FAO diberikan kepada Indonesia atas kontribusi dan upaya dalam konservasi dan pengembangan Plasma Nutfah Sapi Bali selama 13 tahun terakhir (2010-2022).
Penghargaan kedua diberikan atas capaian kinerja dalam pengendalian Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) di Indonesia selama lebih dari satu dekade. Sementara penghargaan ketiga diberikan oleh WOAH karena Indonesia dinilai sukses dalam mengendalikan penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). (*)