Airlangga diduga mempengaruhi sejumlah kebijakan kelangkaan minyak goreng yang menguntungkan perusahaan kelapa sawit. Sementara itu, Lutfi menjadi pelapis Airlangga dalam mengambil kebijakan.
Dalam sebuah pemeriksaan, Lin Che Wei mengaku kerap berkomunikasi dengan Airlangga mengenai persoalan minyak goreng. Pada 27 Januari 2022, misalnya, dia diminta Airlangga membuat presentasi implementasi distribusi minyak goreng serta penghitungan kebutuhan danaBPDPKS. Lin Che Wei juga melaporkan berbagai hasil rapat dengan pengusaha kelapa sawit yang membahas kelangkaan minyak goreng.
Lin Che Wei juga mengaku menghadiri berbagai rapat bersama Komite Pengarah BPDPKS yang dipimpin Airlangga. Rapat itu mengundang narasumber utama BPDPKS pada periode Januari-awal Februari 2022. Narasumber utama BPDPKS terdiri atas empat pengusaha kelapa sawit, yakni Franky Oesman Widjaja dari Sinar Mas Group; Martias Fangiono dari First Resources; Martua Sitorus, pendiri Wilmar Group; dan Arif Patrick Rahmat dari PT Triputra Agro Persada. Dalam rapat itu, Airlangga memimpin keputusan menyalurkan Rp 7 triliun subsidi minyak goreng dari dana BPDPKS.
Baca Juga:Ganjar Sudah Mulai Galak, Akankah Bernasib Surya Paloh ?Satu Keluarga, 8 Korban Meninggal Dunia Tertabrak Kereta Api Rapih Dhoho di Jombang
Penyidik Kejaksaan Agung menyebut Lin Che Wei sebagai penghubung pengusaha kelapa sawit dengan Airlangga dan Lutfi. Misalnya, dalam perubahan kebijakan menjadi skema larangan terbatas pada rapat 24 Januari 2022. Lutfi meminta Lin Che Wei menyampaikan perubahan itu kepada Airlangga. Tiga hari kemudian, Lutfi membahas perubahan kebijakan tersebut bersama para narasumber utama BPDPKS tersebut.
Seorang sumber di Kejaksaan Agung mengatakan Airlangga mengetahui semua isi rapat antara Lin Che Wei, Kementerian Perdagangan, dan para pengusaha kelapa sawit. Meski jaksa belum menemukan Airlangga mendapatkan keuntungan finansial dari perannya dalam kasus ini, kebiiakan-kebijakannya cenderung menguntungkan pengusaha sawit.
Dengan kesaksian dan pernyataan Lin Che Wei, jaksa meluaskan pertanyaan untuk Airlangga. Tak hanya mengenai dampak kerugian negara akibat kelangkaan minyak goreng, jaksa juga bertanya ihwal penggunaan dana sawit BPDPKS untuk subsidi produksi biodiesel B30. Subsidi ini diberikan kepada pengusaha sebagai insentif produksi campuran solar dan minyak nabati dengan rasio 70:30 persen itu.
Dua jaksa mengatakan kerugian negara akibat penggunaan dana sawit ini mencapai triliunan rupiah. Ketika dimintai konfirmasi soal ini, Ketut tidak menampim hitungan jaksa. “Tapi saya belum mendapatkan informasi detailnya,” katanya.