Posisi utang pemerintah hingga 30 Juni 2023 mencapai Rp 7.805,19 triliun. Jumlah itu naik Rp 17,68 triliun dari posisi utang bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.787,51 triliun.Tingkatan utang itu membuat rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per Juni 2023 menjadi 37,93%, naik dari bulan sebelumnya yang di level 37,85%. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut tingkatan itu masih dalam batasan aman.
“Rasio utang pemerintah terhadap PDB per akhir Juni 2023 berada di batas aman (jauh di bawah 60% PDB) sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan masih sesuai dengan yang ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026 di kisaran 40%,” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN KiTA.
Utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni Rp 6.950,10 triliun atau 89,04% dan sisanya pinjaman Rp 855,09 triliun atau 10,96%.
Baca Juga:Tewasnya Osama bin Laden dengan Teknologi Helikopter SilumanKasus Polisi Tembak Polisi, Densus 88: Tidak Ada Pertengkaran
“Pemerintah melakukan pengelolaan utang secara baik dengan risiko yang terkendali, antara lain melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo,” tuturnya.
Kemenkeu memastikan utang pemerintah digunakan untuk kegiatan yang sifatnya produktif. Secara umumnya digunakan untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta kegiatan proyek yang langsung dibiayai dari utang (earmark).
“Setiap rupiah utang yang dilakukan pemerintah dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan yang sifatnya produktif dan investasi dalam jangka panjang,” jelas Kemenkeu.
Hal itu tercermin dari meningkatnya belanja yang sifatnya produktif dari tahun ke tahun seperti belanja infrastruktur naik 265% dari 2014 Rp 154,7 triliun menjadi Rp 410,7 triliun pada 2018, bahkan di 2019 naik lagi menjadi Rp 415 triliun. Begitu juga untuk belanja pendidikan meningkat 226% dari Rp 353,4 triliun di 2015 menjadi Rp 444,1 triliun di 2018 dan Rp 492,5 triliun di 2019.
Belanja untuk kesehatan juga demikian, naik 186% dari Rp 59,7 triliun di 2015 menjadi Rp 111 triliun di 2018 dan naik lagi menjadi Rp 160 triliun di 2019. “Hal ini menunjukkan bahwa utang pemerintah melalui pembiayaan defisit digunakan dengan efisien untuk kesejahteraan rakyat,” jelasnya.
Pembiayaan utang diambil pemerintah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di saat pertumbuhan sedang turun seperti saat pandemi COVID-19. Utang salah satunya dimanfaatkan untuk tambahan belanja membiayai pembangunan, yang kebutuhannya dinilai harus segera diwujudkan tanpa ada penundaan.“Jadi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini dan yang akan datang secara perhitungan ekonomis adalah manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sharing beban yang ditanggung,” imbuhnya.