Anomali elektabilitas capres sedang terjadi. Dulu Ganjar Pranowo menjadi primadona setiap lembaga survei yang menempatkan dirinya sebagai penambahan nomor wahid sebagai capres. Tidak bisa dilawan dan kalahkan oleh capres lain. Bagi Capres lain , untuk mengejar elektabilitas Ganjar Pranowo akan kesusahan karena selisihnya sangat jauh. Namun pada akhirnya , bolak-baliknya jaman dan juga terjadi pergeseran politik pada akhirnya elektabilitas Gubernur Jateng ini mengalami naik dan turun. Sialnya, akhirnya elektabilitas Ganjar Pranowo harus tumbang diurutan kedua setelah Prabowo Subianto.
Pertanyaan sangat mendasar saat ini adalah mengapa banyak dukungan publik Pencapresan 2024 lebih banyak diterima Prabowo Subianto? Mengapa pula Elektabilitas Pranowo Subianto terus naik ?
Ganjar Pranowo resmi di dicapreskan oleh PDIP pada tanggal 21 April 2023 dan diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri serta disaksikan oleh Presiden Jokowi. Jelas, jika momen Pencapresan oleh ketua partai pemenang pemilu berurutan (2015 dan 2019) menjadi peristiwa politik penting yang memecahkan kebuntuan dan polemik politik pencapresan di internal PDIP.
Baca Juga:Publisher Rights dan Good Journalism Berhadapan dengan GoogleKontroversi Pernikahan Kaesang-Erina, Pemerintah Abai Adanya Prokes Pertanda Tidak Ada Covid-19 di Indonesia
Deklarasi pencapresan Ganjar Pranowo tidak hanya berdampak pada internal partai tetapi hasil keputusan PDIP memilih Gubernur Jateng Ganjar tesebut membuat konstelasi dan kontestasi politik nasional tambah buyar. Agenda dan rencana partai dan juga koalisi partai non PDIP menjadi buyar dan juga bubar. Mereka tidak mengira jika PDIP akan umumkan Pencapresan Ganjar Pranowo secepat kilat dan tentunya menjadi shock politik yang sangat dahsyat. PDIP betul -betul sudah mengunci dan menang dalam start awal pilpres 2024.
Optimis PDIP agar segera mendapatkan respons positif, mendapatkan dukungan publik dan banyaknya partai politik atau juga koalisi partai politik akan mendekat. Paska diumumkan pencapresan diharapkan juga elektabilitas Ganjar Pranowo naik pesat dan juga PDIP mendapatkan simpati dan juga coattail efects positif bagi elektabilitas partai.
Ternyata prediksinya meleset dan justru peta politik menjadi stagnan, statis atau mati suri. Kenyataan ini menjadi malapetaka bagi PDIP sendiri. Pasalnya partai lain tidak ada yang bergerak baik dalam urusan dukungan ke PDIP dan juga arah koalisi partai politik memperkuat dirinya atau membentuk poros politik baru. Yang terjadi justru partai politik tidak merapat ke PDIP dan justru positioning politiknya semakin liar tak kendali.