Not Choosing the Idiots
Konteks pemimpin yang diciptakan ini penting karena dengan demikian, demokrasi benar-benar menghasilkan sosok yang layak dan punya kapabilitas untuk menjadi seorang pemimpin.
Pasalnya, mengutip kata-kata Dean Burnett dalam salah satu ulasannya di The Guardian, politik saat ini lebih banyak diisi oleh para “idiot”. Ya, Burnett secara sarkastik menyebut kebanyakan politisi hari ini sebagai orang-orang yang secara kapasitas kurang mampu untuk menjadi pemimpin.
Dalam tulisan yang berjudul Democracy vs Psychology, Burnett menyinggung tokoh macam Ted Cruz, Boris Johnson, Sarah Palin, dan lain-lain, yang disebutnya sebagai orang-orang idiot yang sayangnya tetap dipilih oleh masyarakat. Para politisi ini disebut Burnett sebagai benar-benar idiot atau pura-pura menjadi idiot. Boris Johnson misalnya, disebut Burnett sebagai orang yang cerdas, namun berpura-pura bodoh untuk mendapatkan kesuksesan politik.
Baca Juga:Adik Ipar Ferry Mursyidan Baldan: Almarhum Diduga Kena Serangan JantungPak Dahlan Sang Pemuja KTT G20
Lalu, kenapa masyarakat memilih sosok-sosok “idiot” ini? Well, Burnett menunjuk efek Dunning-Kruger di mana “less-intelligent people are usually incredibly confident”. Orang-orang yang secara kecerdasan kurang, cenderung menjadi lebih percaya diri. Tidak heran mereka-mereka inilah yang akhirnya tampil dan menjadi politisi, lalu kemudian ikut dalam kontestasi elektoral dan akhirnya dipilih masyarakat.
Sementara dari sisi pemilih, ada hukum Triviality Parkinson, di mana secara psikologis, orang suka menghabiskan waktu pada hal yang mereka pahami, ketimbang sesuatu yang rumit dan tidak mereka pahami. Dengan kondisi mayoritas pemilih di Indonesia misalnya, yang masih berkategori tradisional dengan latar pendidikan yang menengah ke bawah, maka para “idiot” akhirnya yang mendapatkan panggung utama.
Ini bertambah buruk karena mayoritas pemimpin yang ketika dipilih, kemudian lebih banyak sibuk untuk persiapan bagaimana memenangkan kontestasi selanjutnya. Penulis asal AS, James Freeman Clarke, pernah bilang: “A politician thinks of the next election; a statement of the next generation”. Mungkin karena status politisi itulah yang membuat kebanyakan politisi tak benar-benar berpikir untuk membangun, tetapi lebih fokus pada kepentingan elektoral selanjutnya.
Anies Bisa Jadi Kunci?
Faktor lain adalah bahwa pemimpin yang diciptakan, diharapkan bisa mengatasi konflik politik yang terjadi di masyarakat dan fokus pada goals atau cita-cita yang ingin dicapai oleh negara menuju kesejahteraan.