Adil pun kesal karena saat rapat bareng Kemenkeu tidak bisa menyampaikan keluhannya. Namun setelah didesak, barulah diterima DBH 100 dollar per barel.
“Kemarin waktu zoom dengan Kemenkeu tidak bisa menyampaikan dengan terang. Didesak, desak, desak barulah menyampaikan dengan terang bahwa 100 dollar/barel,” katanya.
“Sampai ke Bandung saya kejar Kemenkeu, juga tidak dihadiri oleh yang kompeten. Itu yang hadiri waktu itu ntah staf atau apalah. Sampe pada waktu itu saya ngomong ‘Ini orang keuangan isinya ini iblis atau setan’,” kata Adil.
Baca Juga:Kematian Keluarga Kalideres: Kasus Rumit, Bukan Penganut Sekte, Tak Ada Zat Beracun di 4 Jasad Korban, Penyidikan Ditutup3 Pasal KUHP Baru Ini Jadi Sorotan Hotman Paris
Tak puas, Adil pun mengejar perwakilan Kemenkeu dalam rapat koordinasi nasional di Pekanbaru. Namun justru ia mendapati adanya perbedaan dari hasil minyak bumi di Meranti.
“Hari ini pak, saya kejar lagi bapak ke sini (Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman). Saya mau tahu kejelasannya, apakah penyusunan APBD 2023 pakai asumsi yang mana, 60 dollar atau 80 dollar yang bapak sampaikan atau 100 dollar sesuai pidato Pak Jokowi yang benar. Ini ada tiga saya cermati tadi,” kata Adil.
Emosi Adil pun terus memuncak, sampai akhirnya ia minta diberikan surat agar tak ada lagi pengeboran minyak di Meranti. Ia mengaku tak masalah daerahnya tidak ada pengeboran minyak bumi.
“Minyak Meranti naik besar sekali, minyak tahun ini 13 sumur dibor. Untuk 2023 itu tambahan 19 sumur, berarti Meranti itu bukan targetnya 1 hari 9.000 barel/d. Ini untuk pak Dirjen ketahui. Jadi kalau seandainya kami naik penghasilan besar dianggap penurunan. Saya berharap nanti bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu, nggak apa-apa, kami juga masih bisa makan. Dari pada uang kami dihisap sama pusat,” kata Adil tegas.
Adil yang sempat bersitegang dengan Gubernur Syamsuar mengaku protes itu bukan tanpa alasan. Sebab, Kepulauan Meranti adalah daerah termiskin di Riau saat ini.
“Ini untuk Pak Lucky ketahui, kami di Riau ini 25,68 persen miskin plus ekstrem. Miskin terbanyak itu di Meranti, tetapi kok teganya minyak kami, duit kami tidak diberikan. Bagaimana cara penghitungannya yang pas, hampir 8000 barel/d mulai bulan Juni semenjak konflik Rusia,” katanya.