Di samping itu, relawan politik menjadi studi penting untuk mendorong partisipasi masyarakat. Bagaimana masyarakat terlibat langsung dalam politik sebagai subjek politik bukan dijadikan sebagai objek politik.
“Jangan pernah ragu ketika ada sekelompok kecil yang bijaksana, warga negara yang berdedikasi, bisa mengubah dunia, justru hanya itulah yang mereka pernah lakukan.”
Kalimat yang dipercaya berasal dari Margaret Mead, antropolog asal Amerika Serikat, ini sering dipakai orang atau relawan untuk membakar semangat perjuangan gerakan sipil di berbagai tempat, tidak terkecuali gerakan politik. Mereka yang hanya merupakan warga negara biasa –bukan dari kelompok partai politik, tidak patah arang karena mereka merasa punya pengaruh dalam pilihan masa depannya.
Baca Juga:PDI Perjuangan Panggil Ganjar Pranowo Sore IniRevolusi Baru Anies Baswedan
Munculnya relawan adalah pertandan gerakan masyarakat madani yang baik dalam iklim politik Indonesia. Kehadirannya bisa mendorong partisipasi masyarakat sipil dalam pemilu.
Kehadiran relawan ini bukan saja bisa dimaknai bahwa masyarakat semakin skeptis dengan partai politik, tetapi juga pertanda masyarakat berusaha keras melawan kelompok oligarki. Pemaknaan ini terjadi pada ketika banyak sekali bermunculan kelompok relawan dari masyarakat sipil di luar kendali partai.
Namun benarkah hadirnya relawan politik berbanding lurus dengan kemajuan demokrasi?
Hurriyah tak sepakat. “Mengaitkan peran relawan terhadap pendalaman proses demokrasi di Indonesia bisa jadi terlalu dini dan terlalu menyederhanakan,” catat Hurriyah dalam tulisannya berjudul The Myth of Civil Society’s Democratic Role: Volunteerism and Indonesian Democracy: The Myth of Civil Society’s Democratic Role: Volunteerism and Indonesian Democracy (2022).
Beberapa kelompok relawan, menurut Hurriyah, sebenarnya punya agenda tersendiri. Mereka yang awalnya terkesan memperjuangkan kepentingan demokrasi dengan mendukung Jokowi –yang nyatanya juga produk oligarki, pada akhirnya hanya menjadi bagian partai politik sebagai juru kampanye semata. Hal ini bisa dilihat setelah kemenangan Jokowi.
“Didorong atas dasar objektivitas memilih Jokowi sebagai presiden, relawan menjadi juru kampanye yang signifikan sebagai pengganti fungsi partai politik, tapi mereka jadi tak relevan setelah pemilu. Justru setelah pemilu, relawan yang dikiranya demokratis tidak menunjukan itu. Mereka justru menjadi bajingan yang menunjukan perilaku politik oportunis,” catat Hurriyah lagi.