Hal demikian juga sepertinya bisa berlaku bagi seseorang yang belajar tentang politik hanya di kelas kuliah saja. Politik adalah sesuatu yang segala aktivitasnya perlu dibuktikan di lapangan, karena realita politik tidak bisa kita ciptakan dalam sebuah laboratorium.
Jika ilmu politik yang kita dapatkan tidak disesuaikan dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, maka seseorang yang belajar tentang politik cenderung hanya akan mengejar apa yang disebut sebagai impossibility of perfection, atau kemustahilan kesempurnaan, dari teori yang mereka pelajari.
Dalam kata lain, orang-orang yang mempelajari politik di kelas perlu juga melihat kenyataan bahwa dalam realitanya, meskipun sistem politik yang kita jalankan, demokrasi contohnya, memiliki beberapa kelemahannya sendiri, kita perlu melihat bahwa ini adalah cara agar aspirasi seluruh elemen masyarakat bisa tersampaikan. Dari sini, ilmu politik yang didapatkan secara teoritis tidak lagi bersifat normatif dan kaku, tetapi juga menjadi sesuatu yang pragmatis dan bisa digunakan untuk merubah keadaan.
Baca Juga:Ganjar Pranowo Siap Capres 2024, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto: Pak Ganjar akan Kami Lakukan Klarifikasi Terkait PernyataannyaStrategi Intelijen Politik Megawati Soekarnoputri Tiru Operasi Khusus Ali Moertopo?
Justru, orang-orang yang mengaku sadar bahwa politik adalah sesuatu yang rentan digunakan untuk kepentingan orang jahat harusnya lebih termotivasi masuk ke dalam politik agar orang-orang jahat tidak mendapatkan panggung yang tidak pantas mereka peroleh.
Oleh karena itu, pidato Anies tentang perlunya lebih banyak orang berkompeten untuk masuk dalam politik perlu kita jadikan tonggak revolusi kesadaran. Sudah saatnya politik Indonesia diikut campuri oleh orang-orang yang mengetahui bagaimana caranya menyelesaikan suatu masalah negara, karena jika bukan mereka yang bisa dijadikan andalan bangsa, siapa lagi?
Sebagai angan-angan semata, mungkin ini juga bisa jadi motivasi besar bagi gerakan politik dalam kalangan intelektual. Barangkali sudah saatnya ada partai politik baru dari kalangan akademisi? (*)