Atau pada kasus lain saat dirinya tampak menampilkan raut wajah kurang menyenangkan saat berinteraksi dengan rakyat sambil membagikan kaos di Bekasi, Jawa Barat pada September lalu.
Tertangkap kamera netizen, video raut wajah Puan sontak menjadi viral dan seolah menambah variabel sentimen minor terhadapnya.
Dalam kasus tersebut, pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga
Baca Juga:Mampukah Gerakan Pendukung ‘Radikal’ Ganjar Pranowo Tembus Pilpres 2024?Heru Subagia Pendukung ‘Radikal’ Ganjar Pranowo: PDI Perjuangan Jika Ingin Menang Harus Dukung Mas Ganjar
bahasa tubuh dan raut wajah Puan dalam momentum itu mengesankan ketidakramahannya.
Menurutnya, sikap Puan tampak aneh karena ditunjukkan di depan masyarakat. Padahal Puan besar dan berkembang di PDIP, partai yang dikenal karena menggaungkan kepentingan wong cilik.
Bahkan, Jamiluddin menilai hal krusial itu kiranya membuat Puan sulit diterima masyarakat.
Di titik ini, PDIP secara organisasi boleh jadi menyadari hal itu. Ihwal yang kemudian membuka interpretasi bahwa memberikan ruang bagi Ganjar untuk bermanuver adalah hal logig bagi demi tetap membuka peluang capres alternatif internal di 2024.
Apalagi, Ganjar tampil dengan lebih berkarakter dan dapat diterima masyarakat di setiap manuver politiknya yang terdokumentasikan di media sosial.
Lantas, apakah kecenderungan itu bermakna suram bagi karier politik Puan setelah 2024?
Puan Maharani Mirip dhie Baskoro Yudhoyono?
Meskipun tampak canggung dan kurang peduli terhadap publisitasnya sendiri, Puan kiranya bukan satu-satunya politisi dengan karakteristik tersebut.
Baca Juga:Drama Leslar: Kisah KDRT Berujung Cinta Bersemi KembaliKomnas HAM: Gas Air Mata Penyebab Utama Tragedi Kanjuruhan Berujung Tewasnya 134 Orang
Tak sulit mencari komparasi karakteristik Puan, seperti misalnya terdapat pula pada diri Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas dari Partai Demokrat dan Prananda Surya Paloh dari Partai NasDem.
Ibas dan Prananda juga tampaknya memiliki semacam kesulitan untuk tampil di hadapan khalayak sebagai seorang politisi selebritis yang dapat mengadopsi budaya populer maupun mengekspresikan diri sebagaimana mestinya.
Menariknya, baik Puan, Ibas, dan Prananda adalah anak kandung dari ketua umum (ketum) atau eks ketum parpol mereka masing-masing.
Dan PDIP kiranya dapat belajar dari Partai Demokrat dan Partai NasDem dalam mengatasi persoalan atas kekakuan putri mahkotanya.
Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), misalnya, yang tampak rela “mengorbankan” potensi karier militer cemerlang AHY untuk menjadi suksesor kepemimpinan. Disebut-sebut, salah satu faktornya dikarenakan Ibas kurang memiliki kecakapan, baik dalam kepemimpinan maupun performa di depan media.