KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menduga ada unsur kesengajaan dalam menentukan kuota impor garam yang berlebihan. Diduga tujuannya untuk bisa mengeruk keuntungan pribadi.
“Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam siaran pers, Ahad (9/10/2022).
Kejaksaan Agung masih terus melakukan pendalaman dalam menyidik kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri yang dilakukan Kementerian Perindustrian pada tahun 2016-2022.
Baca Juga:Bendung Katulampa Siaga I, 11 Wilayah di DKI Jakarta WaspadaWNI Korban Penembakan Salah Sasaran di Texas, Dilaporkan Meninggal Dunia
Pada masa 2016-2019, Kemenperin dipimpin Airlangga Hartarto. Ketua Umum Partai Golkar itu kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara sejak 2019 hingga kini, Kemenperin dipimpin oleh Agus Gumiwang Kartasasmita.
Dugaan ini, menurut Ketut, setelah Kejakgung memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dalam kasus garam ini, Susi diperiksa sebagai saksi dan dicecar tim penyidik sebanyak 43 pertanyaan.
“Saksi (Susi) memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam,” kata Ketut.
Ketut menjelaskan, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan, Susi mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton. Salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah untuk menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.
“Ternyata rekomendasi yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak diindahkan oleh Kemenperin, yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton,” papar Ketut.
Ketut mengatakan, tindakan Kemenperin berdampak pada kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi, sehingga menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok. (*)