Padahal saat itu, tak ada eskalasi situasi massa yang terlihat. Sehingga tak perlu adanya penggunaan gas air mata untuk menertibkan massa.
”Tahapan tersebut tidak dilalui oleh aparat kepolisian, jadi dalam konteks kasus ini kepolisian langsung menembakkan gas air mata, apa saja tahapan yang harus dilalui, pertama misalnya melakukan penggunaan kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, tahap yang kedua ada juga perintah lisan atau suara peringatan begitu, tetapi hal itu tidak dilakukan, jadi tahapan yang seharusnya dilalui itu tidak dilakukan oleh aparat kepolisian dan langsung menembakkan gas air mata di situ,” ungkap Andi.
- Sedangkan temuan keempat, yakni adanya peran TNI yang ikut melakukan tindak kekerasan pada tragedi di Kanjuruhan.
”Bahwa yang harus ditekankan dalam peristiwa ini, peristiwa tindak kekerasan tidak hanya libatkan anggota kepolisian tapi juga prajurit TNI, jadi itu yang kami temukan,” beber dia.
Baca Juga:Cerita Teman Korban, Mahasiswa Baru Fisipol UGM yang Bunuh Diri Diduga Menderita BipolarPihak Hotel Angkat Suara Terkait Insiden Mahasiswa UGM Bunuh Diri dari Lantai 11
- Temuan kelima yakni soal gas air mata yang tidak hanya ditembakkan di area lapangan tetapi juga di berbagai sisi tribun. Tindakan itu yang membuat sejumlah penonton berhamburan meninggalkan stadion.
”Hal itulah kemudian yang mengakibatkan kepanikan luar biasa yang dialami para suporter kemudian berdesak-desakan untuk keluar stadion, teman-teman harus pahami bahwa efek dari gas air mata itu berdampak secara buruk dan fatal terhadap kesehatan manusia, tidak hanya berdampak pada jarak pandangan, tapi juga berdampak terhadap gangguan pernafasan seseorang,” kata Andi.
- Temuan terakhir atau keenam yakni masih terkuncinya seluruh pintu stadion. Banyak dari para suporter meninggal karena lambatnya pertolongan pertama yang diberikan aparat saat itu.
”Ketika mereka terjebak di dalam stadion, kami melihat tidak ada, maksud saya belum ada terlihat pertolongan yang dilakukan secara segera baik oleh pihak aparat kepolisian maupun pihak panitia pelaksana, sehingga kami tidak jarang menemukan korban, anaknya meninggal akibat dari efek gas air mata dan tidak mendapatkan pertolongan secara segera,” pungkasnya.
Dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan, 131 orang dinyatakan meninggal dunia. Selain itu, ratusan suporter menjadi korban luka-luka. Penyebab kericuhan hingga kini masih didalami.