YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI menemukan adanya dugaan pelanggaran oleh aparat kepolisian dalam Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Mereka menilai tragedi tersebut sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Ketua Umum YLBHI, Muhamad Isnur, menyatakan berdasarkan penelusuran, mereka menemukan adanya tindakan represif aparat terhadap penanganan suporter klub sepakbola Arema FC. Pada penanganan terhadap suporter tersebut, aparat dinilai tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM Polri.
“Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton,” kata Isnur dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 2 Oktober 2022.
Penggunaan gas air mata langgar aturan FIFA
Baca Juga:Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Suporter AremaTerdampak Tragedi Kanjuruhan, Laga Persib Vs Persija di Kompetisi Liga 1 Ditunda Sore Ini
Padahal penggunaan gas air mata tersebut dilarang oleh FIFA. Isnur mengungkapkan FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.
Isnur pun menduga bahwa adanya penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force) dalam peristiwa itu. Hal itu yang diduga menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.
Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan Prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan.
“Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini,” ujarnya.
Isnur juga mengecam PT Liga Indonesia Baru yang tak mengindahkan permintaan panitia pelaksana agar pertandingan dipindahkan dari malam ke sore hari. Menurut dia, panitia pertandingan sebenarnya sudah mengkhawatirkan adanya kerusuhan itu.
“Sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari,” kata Isnur.