Dokumen Mossad
Dalam artikel delik.news tanggal 28 Mei 2020, beredar dokumen dan perlu ditelusuri kebenarannya, Kementerian Luar Negeri Israel mengungkap beberapa dokumen di arsip negara, yang memberikan informasi mengenai hubungan antara Israel dan Indonesia selama tahun 1950-an. Untuk memajukan tujuan-tujuan politik, ekonomi, dan keamanannya, intelijen Israel membantu menutupi pembunuhan terhadap setengah juta anggota Partai Komunis Indonesia dan kelompok-kelompok kiri lainnya pada tahun 1960-an.
Dokumen tersebut diungkap dalam artikel berjudul How Israel helped whitewash Indonesia’s anti-leftist massacres yang ditulis oleh seorang pengacara hak asasi manusia Israel, Eitay Mack.
Meskipun ada pesan-pesan yang bertentangan dari pemerintah Indonesia, namun Negara Israel melihat Sukarno sebagai hambatan utama untuk membangun hubungan antara kedua negara tersebut, mengadopsi pandangan dunia AS tentang Perang Dingin dan pemerintah Sukarno, dan berharap pemerintahan itu akan digulingkan.
Baca Juga:Muhammad Yulianton-Devi Ratnasari Pasutri Aremania Jadi Korban Meninggal Dunia, Anaknya Selamat di Tragedi KanjuruhanPolri Beberkan Alasan Tembak Gas Air Mata ke Arah Suporter Usai Laga Arema Vs Persebaya di Kanjuruhan
Dimulai pada pertengahan tahun 1950-an, Israel dan Indonesia melakukan interaksi informal pada masalah pertahanan dan keamanan, tetapi ini tidak menjadi hubungan diplomatik formal. Indonesia menyetujui tekanan Arab dalam mengecualikan Israel dalam Konferensi Bandung pada bulan April 1955, di mana Gerakan Non-Blok (GNB) didirikan.
Sukarno kemudian memerangi kelompok pemberontak di berbagai pulau di Indonesia, yang beberapa di antaranya didukung oleh Amerika Serikat sebagai cara untuk melemahkan pemerintahannya. Wakil kepala Kedutaan Besar Israel di Den Haag menulis laporan pada pertemuan 12 Desember 1957, yang dia lakukan bersama Direktur Bagian Politik di Kementerian Luar Negeri Belanda.
Menurut laporan itu, staf Kementerian Luar Negeri Belanda mengatakan bahwa sebagian besar kelompok pemberontak di Indonesia adalah anti-komunis, dan bahwa jika komunis terus mendapatkan pengaruh di pulau Jawa tengah atau di Jakarta, pemberontakan terhadap Sukarno akan tumbuh. Laporan tersebut diakhiri dengan pengamatan bahwa penulis memiliki kesan bahwa pemerintah Belanda tidak akan kecewa melihat pemberontakan menyebar di pulau-pulau Indonesia. (*)