Bung Karno tampak gelisah. Ia pun mengatakan pada Kolonel CPM Saelan agar jangan berlama-lama di tempat itu. Saelan menenangkan presiden dengan sabar dan mengatakan mengupayakan mengontak para Panglima Angkatan dan Kodam Jaya.
Tak lama kemudian Jaksa Agung Muda Jenderal Soenarjo dan Ajudan Presiden Soemirat tiba di tempat itu. Sekitar pukul 08.30 pada 1 Oktober 1965, Letkol Soeparto mengabarkan telah berhasil melakukan kontak dengan Men/Pangau Laksamana Madya Udara Omar Dhani.
Ia menyatakan, Halim Perdanakusuma siap menerima kedatangan Presiden Soekarno. Pesawat Kepresidenan Jet-Star C-140 pun telah disiapkan.
Baca Juga:Pengamat Asing Tanggapi Unggahan Akun Resmi Presiden Jokowi, Warganet RiuhTeror KKB Papua Barat: 14 Korban, Berikut Identitas dan Kondisinya Menggenaskan
Selain Halim, saat itu ada alternatif juga membawa Bung Karno ke Tanjung Priok tempat kapal kepresidenan Varuna I-II bersandar. Akhirnya Presiden Soekarno menuju Halim menggunakan mobil VW Kodok B75177 berwarna biru.
Saat tiba di Markas Komando Operasi (Koops) Halim Perdanakusuma sekitar pukul 09.30 telah menunggu Omar Dhani dan Panglima Koops, Komodor Leo Wattimena. Omar Dhani kemudian melaporkan situasi yang terjadi.
Sekitar pukul 10.00 Wakil Komandan G30S, Brigjen Supardjo, tiba di Halim. Dia meminta Bung Karno mendukung aksi penculikan dan penembakan pada sejumlah jenderal. Bung Karno menolak, malah meminta Supardjo menghentikan aksi.
“Ketika Brigjen Supardjo meninggalkan Koops, wajahnya lesu dan tampak kecewa sekali,” kenang Saelan. (*)