YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut kasus dugaan suap Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati menggambarkan fenomena gunung es korupsi peradilan. YLBHI menilai banyak kasus suap menyuap hingga pungli terkait peradilan.
“Ini merupakan sebuah potret di mana menggambarkan gunung es permasalahan dari masih tingginya praktik suap menyuap, korupsi, praktik pungli dan praktik-praktik lain dari buruknya pelayanan peradilan, ini jelas gambaran dari masih bermasalahnya upaya-upaya reformasi peradilan gitu,” kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur kepada wartawan, Sabtu (24/9/2022).
Isnur mengatakan upaya reformasi peradilan belum berhasil menghilangkan praktik suap, bahkan di Mahkamah Agung (MA). Dia mengatakan kasus yang menjerat Sudrajad ini harus segera disikapi secara serius oleh MA.
Baca Juga:Mahfud Md: Sejak Otsus Dimulai Tahun 2001, Lebih dari Rp1.000 Triliun Dana Pusat untuk Papua, Era Lukas Capai Rp500 Triliun LebihSiap Gandeng Relawan Capres Lainnya, Ketua RGP2024: Kampanye Pilpres Tanpa Buzzer Tetap Seru
“Di peradilan memang dalam banyak hal direformasi secara formalitas ya secara instrumen, secara peraturan, secara infrastruktur, tapi kemudian secara substansi bagaimana meraih keputusan yang ada itu sulit. Jadi ini juga menambah perkara-perkara sebelumnya di Mahkamah Agung yang di mana koruptor masih gentayangan praktik korupsi masih banyak, dan ini menandakan bahwa perubahan itu belum terlihat secara nyata ya, bagaimana strategi Mahkamah Agung menghilangkan praktik suap menyuap ini,” katanya.
Isnur menyebut praktik suap pengurusan perkara sudah sering terjadi. Dia mengatakan kasus suap di lembaga peradilan membuat negara seolah tak memiliki hukum.Advertisement
“Ini menjadi tamparan keras bagi Mahkamah Agung bisa menjawab dan saya juga mendengar sebenarnya praktik suap menyuap ini terjadi di perkara-perkara lain. Jadi bagi teman-teman advokat sudah jadi rahasia umum. Hakim minta uang gitu,” katanya.
“Jadi ini harus segera disikapi serius karena peradilan itu benteng terakhir pengadilan masyarakat ya. Kalau kemudian benteng pengadilan masyarakat masih seperti ini ya tidak ada hukum di negara kita,” tambahnya.
Kasus yang menjerat Sudrajad Dimyati ini diawali operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Jakarta dan Semarang. KPK kemudian melakukan gelar perkara. Setelah itu, KPK mengumumkan 10 orang sebagai tersangka, termasuk Dimyati.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan mengungkapkan kasus tersebut diawali dengan adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari koperasi simpan pinjam ID (Intidana) di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan oleh debitur Koperasi Simpan Pinjam ID, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) dengan diwakili melalui kuasa hukumnya yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES).