PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan aturan untuk melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. Hal ini dilakukan untuk percepatan pengembangan penyedia tenaga listrik dengan energi terbarukan.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukkan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Peraturan itu menandai keseriusan pemerintah untuk mengembangkan pembangunan pembangkit listrik rendah emisi dan ramah lingkungan sekaligus pelarangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru.
Baca Juga:Islam Masuk di Tanah Betawi, Salah Satu Buktinya Masjid Kampung Sawah Dibangun Tahun 1717Pidato Lengkap Perdana Menteri Israel Yair Lapid: Dukung Palestina Serukan Negara-negara Arab dan Indonesia Bersahabat dengan Israel
“Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batubara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita stop untuk pembangunan pembangkit baru, namun perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini,” ujar Direktur Jenderal EBTKE Dadan Kusdiana dalam keterangannya, Sabtu (24/9/2022).
Menurut Dadan, pembangunan pembangkit saat ini dan masa mendatang akan mengarah ke green industry, secara ekonomi akan menjadi lebih baik. Dalam jangka pendek atau mikronya tidak akan mengurangi apa yang diperlukan sekarang.
“Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang,” ungkap Dadan yang saat ini juga menjadi pelaksana tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.
Berdasarkan Perpres 112 tahun 2022 bahwa pembangunan pembangkit listrik akan dilakukan secara selektif dan pembangunan pembangkit bersumber dari EBT ditargetkan berjalan beriringan.
Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini atau bagi PLTU yang memenuhi persyaratan.
Syarat pertama, terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.
Kedua, berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan.
“Ketiga beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050,” lanjutnya.
Baca Juga:PM Yair Lapid: Israel Ingin Normalisasi Hubungan Diplomatik dengan IndonesiaPidato Perdana Menteri Israel Yair Lapid di Sidang Majelis Umum PBB: Dukung Negara Palestina
Penghentian dan pembangunan PLTU secara selektif merupakan salah satu program untuk memenuhi komitmen penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% di tahun 2030, atau bisa lebih tinggi dengan kerja sama dengan pihak internasional, serta mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.