MENKO Polhukam Mahfud Md menyampaikan pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk Papua sebesar Rp 1.000 Triliun. Dana tersebut diberikan sejak dimulainnya otonomi khusus atau otsus Papua pada 2001.
“Saat wartawan bertanya sudah berapa banyak dana yang digelontorkan pemerintah pusat untuk Papua, saya jawab bahwa sejak Otsus dimulai tahun 2001, sudah lebih dari Rp 1.000 Triliun dana dari pusat untuk Papua, dan di era Lukas sudah mencapai Rp 500 T lebih. Sekali lagi, yang saya sebutkan sejak era otsus,” kata Mahdfud melalui keterangan tertulis, Sabtu (24/9/2022).
Mahfud menjelaskan dana Rp 1.000 Triliun lebih itu terdiri atas empat sumber. Mulai dari dana otsus hingga dana belanja Kementerian/Lembaga.
Baca Juga:Siap Gandeng Relawan Capres Lainnya, Ketua RGP2024: Kampanye Pilpres Tanpa Buzzer Tetap SeruGeledah Gedung MA, KPK Amankan Sejumlah Dokumen Perkara dan Data Elektronik
“Kenapa Rp 1000 T lebih? Karena itu terdiri atas empat sumber dana: dana otsus, dana belanja K/L, dana transfer keuangan dana desa (TKDD), dan PAD. Jadi total dana dari pemerintah pusat untuk Papua sejak tahun 2001,” ujarnya.
Mahfud menyebut sebagian dari dana yang telah digelontorkan dikorupsi. Dia mengatakan akibat dana dikorupsi, berdampak pada kesejahteraan rakyat Papua.
“Sudah lebih dari Rp 1.000 T yang karena sebagian dikorupsi sehingga tidak memberi efek signifikan pada pembangunan dan kesejahteraan saudara-saudara kita orang Papua,” imbuhnya.
Sebelumnya,Mahfud menilai pembangunan Papua masih jalan di tempat meski dana Otsus sudah digelontorkan dalam nominal besar. Hal itu disebabkan dana otsus diduga dikorupsi.
“Sekarang di Papua itu ada infrastruktur jalan dan lain-lain, itu proyek PUPR, pemerintah pusat. Proyek PUPR, saya sudah cek. Yang dari dana Otsus banyak yang dikorupsi,” jelas Mahfud kepada wartawan saat berada di Unisma.
Mahfud mengatakan memang tidak semua dana otsus Papua itu dikorupsi. Tapi, tetap saja hal itu berimbas pada perkembangan pembangunan di Papua.
“Tentu tidak semuanya, tetapi banyak yang dikorupsi seperti ini. Bayangkan Rp 1.000,7 triliun. Rp 1.000,7 triliun itu tidak jadi apa-apa, rakyatnya tetap miskin,” tambahnya. (*)