Fase awal penyebaran Islam di Betawi dan sekitarnya (1418-1527)
Syaikh Quro, Kean Santang, Pangeran Syarif Lubang Buaya, Pangeran Papak, Dato Tanjung Kait, Kumpi Dato Depok, Dato Tonggara dan Dato Ibrahim Condet, Dato Biru Rawa Bangke.
Fase lanjutan penyebaran Islam (1522-1650)
Fatahillah (Fadhillah Khan), Dato Wan, Dato Makhtum, Pangeran Sugiri Kampung Padri, Kong Ja’mirin Kampung Marunda.
Fase lanjutan kedua penyebaran Islam (1650-1750)
Abdul Muhid bin Tumenggung Tjakra Jaya dan keturunannya yang berbasis di Masjid Al Manshur Jembatan Lima, keturunan dari Pangeran Kadilangu, Demak yang berbasis di Masjid Al-Makmur, Tanah Abang.
Fase Pertama Perkembangan Islam (1750-sampai awal Abad ke-19)
Habib Husein Alaydrus Luar Batang dan Syaikh Junaid Al-Betawi, Pekojan.
Fase Kedua Perkembangan Islam dari Abad ke-19 sampai sekarang.
Baca Juga:Pidato Lengkap Perdana Menteri Israel Yair Lapid: Dukung Palestina Serukan Negara-negara Arab dan Indonesia Bersahabat dengan IsraelPM Yair Lapid: Israel Ingin Normalisasi Hubungan Diplomatik dengan Indonesia
Dalam fase perkembangan dari Abad ke-19 inilah kemudian lahir seorang ulama sangat berpengaruh yang juga Mufti Betawi, Habib Usman bin Yahya. Bukan saja di Jakarta, Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara.
Menurut Habib Ismail bin Yahya bahwa dalam sebuah lawatan ulama Pattani Thailand ke salah satu pondok pesantren di Sukabumi, mereka menemukan karya-karya Habib Usman bin Yahya dalam bahasa Arab Melayu. Mereka mengatakan bahwa di tempat mereka di Pattani, karya-karya Habib Usman bin Yahya masih diajarkan.
Habib Ali Yahya menyebutkan bahwa karya Habib Usman bin Yahya ada 150-an buah. Salah seorang ulama yang masih menyimpan hampir semua karya-karya Habib Usman bin Yahya adalah KH Tubagus Ahmad Bakri yang akrab dipanggil Mama Sempur Plered karena tinggal di daerah Sempur, Plered, Purwakarta.
Sosok Habib Usman bin Yahya sangat berpengaruh bagi kemajuan Islam di tanah Betawi. Beliau telah menghabiskan waktunya menimba ilmu ke berbagai negara seperti Turki, Palestina, Suriah, Tunis, Aljazair hingga Hadhramaut Yaman. Beliau kembali ke Batavia (Jakarta) melalui Singapura pada 1279 H/1862 M dan menjadi Mufti Betawi.
Dari hasil penelitian Ridwan Saidi dan Alwi Shahab, bahwa Majelis Taklim Habib Ali Kwitang (Habib Ali al-Habsyi) yang beraktivitas pada 20 April 1870 merupakan yang mejelis tertua di Betawi. Setelah Habib Ali Kwitang wafat, majelisnya diteruskan oleh anaknya, Habib Muhammad al-Habsyi, dan kemudian dilanjutkan oleh cucunya Habib Abdurrahman al-Habsyi.