KERABAT Sultan Deli terdiri atas Datuk Empat Suku, Datuk Adil Freddy Haberham dan Tengku Fauziddin Pangeran Bendahara Deli yang dipimpin oleh Kepala Pertanahan Kesultanan Deli Prof Dr OK Saidin mengadakan pertemuan khusus dengan Ketua Persekutuan Ihza & Ihza Law Firm SCBD Office, Yusril Ihza Mahendra, di Kantornya, Jakarta, pada Kamis (22/9).
Pertemuan tersebut membahas lahan-lahan milik Kesultanan Deli yang ada di berbagai lokasi di Sumatera Utara (Sumut).
Yusri menuturkan, lahan-lahan yang dimaksud termasuk eks Bandara Polonia, tanah Eks Deli Spoorweg Maatschappij yang sekarang dikuasai PT KAI, PT Telkom (Eks Telefonken Maatschappij), tanah yang dikuasai PT Pertamina eks Bataviasche Petroleum Maatschappij, tanah yang digunakan untuk jalur pemipaan PDAM Tirtanadi dari Rumah Sumbul-Sibolangit Eks Ajer Bersih Maatschappij.
Baca Juga:Fahira Idris: Kemampuan Mas Anies di Jakarta, Jadi Rekam Jejak yang Baik untuk Pimpin IndonesiaBPJT: Titik Krusial Jalan Tol Cisumdawu, Jembatan Cikondang, Conggeang dan Kedongdong
Selain itu, tanah yang yang sekarang secara de facto dikuasai oleh PT Perkembunan Nusantara II, III dan IV (Persero) eks Konsesi dengan Onderneming Belanda (Deli Mij, Arensberg Mij, Rubber Mij, dll) serta yang dikuasasi oleh pihak perkebunan swasta dan kantor-kantor pemerintah, BUMN, termasuk pula TNI. Termasuk pula, lahan konsesi yang sekarang dibangun mega proyek Kota Deli Megapolitan oleh Grup Cirtland.Lahan-lahan tersebut di masa lampau digunakan baik untuk kepentingan pembangunan infrastruktur, perkeretapian, telepon, air bersih, perkantoran, pemukiman dan lahan perkebunan berdasarkan perjanjian konsesi yang diberikan Sultan Deli kepada perusahaan-perusahaan Belanda.
Yusril pun merasa tertegun ketika kerabat Sultan Deli memperlihatkan seluruh naskah asli perjanjian konsesi beserta peta-petanya dengan sangat rinci.
“Semua dokumen itu dibawa kembali ke tanah air oleh Prof Dr OK Saudin dari arsip-arsip aslinya yang disimpan di Negeri Belanda. Naskah-naskah asli itu ditulis dalam Bahasa Belanda dan Bahasa Melayu menggunakan huruf Arab. Semua salinan dokumen telah dilegalisasi oleh KBRI Den Haag, Negeri Belanda,” kata Yusril dalam keterangannya, Kamis (22/9).Lahan-lahan konsesi Sultan Deli yang diberikan dengan perjanjian selama 75 dan 99 tahun sejak tahun 1885 dan pembaharuannya sekitar 1910 kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Lahan-lahan konsesi itu menjadi masalah ketika Pemerintah RI di zaman Bung Karno mengeluarkan UU Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda dalam rangka pembatalan Perjanjian KMB dan perjuangan merebut Irian Barat atau Papua sekarang ini.Dalam praktiknya, kata Yusril, Pemerintah RI menganggap menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda termasuk pula menasionalisasikan lahan-lahan yang dikonsesikan itu. Padahal lahan-lahan tersebut bukanlah milik perusahaan Belanda yang dinasionalisasikan, melainkan milik Sultan Deli yang disewa perusahaan-perusahaan Belanda itu berdasarkan perjanjian konsesi.“Salah satu lahan konsesi itu belakangan dijadikan sebagai Bandara Polonia, yang sekarang sudah dipindahkan ke Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang. Lahan eks Bandara Polonia itu kini nilanya sudah mencapai puluhan triliun rupiah,” urainya.