Komentar Pakar
Philip Murphy, mantan kepala Institute of Commonwealth Studies, mengatakan organisasi Persemakmuran meminjamkan monarki untuk legitimasi, tetapi telah menyadari bahwa “tidak ada yang nyata”.
“Kecenderungan untuk tidak memiliki raja di pucuk pimpinan akan menjadi perubahan paling signifikan bagi Persemakmuran di masa depan – tetapi itu adalah salah satu yang sudah berjalan dengan baik,” kata Profesor Murphy.
Profesor Murphy menilai perubahan yang menurut semua orang akan ditunda sampai Ratu meninggal, sudah mulai terjadi.
Baca Juga:Pemilik Akun Ini Bersikukuh MSF Terkait Bjorka, Voltcyber_v2: Akun Saya Volt_Anonym Hilang, Ini Belum BerakhirBukan Orang Israel Seperti Dugaan Sejumlah Orang, Pakar Polhukam: Ungkap Siapa Bjorka Sebenarnya Mudah
“Alasan mengapa begitu banyak negara tetap berada dalam kelompok itu [adalah] karena mereka tidak ingin menyinggung perasaannya,” ujar Elisabeth Braw, seorang peneliti senior di American Enterprise Institute, kepada Politico baru-baru ini.
Saat Raja Charles III naik takhta setelah kematian ibunya minggu lalu, beberapa negara diperkirakan akan memutuskan hubungan dengan Istana Buckingham pada tahun-tahun mendatang. Negara-negara itu bergerak menuju sistem republik penuh yang tidak mengakui raja.
“Negara-negara tetap bertahan, tetap dengan status memilikinya sebagai kepala negara lebih lama daripada yang seharusnya karena mereka merasakan begitu banyak kesetiaan kepadanya secara pribadi,” tambahnya.
Hal senada juga dikatakan Brooke Newman, seorang profesor sejarah di Virginia Commonwealth University. Menurut dia, gejolak republikanisme sudah ada di sejumlah negara yang berbeda.
“Tetapi selama Ratu masih hidup, ada keterikatan sentimental pada dirinya – bukan pada institusi, tetapi pada ratu itu sendiri. Sekarang setelah dia pergi, keterikatan sentimental terhadap institusi monarki menjadi jauh lebih sedikit, dan terlebih lagi dengan pribadi Charles III,” kata Brooke Newman.
Saat akhir pekan, Perdana Menteri Antigua dan Barbuda Gaston Browne mengatakan bahwa negara itu akan mengadakan referendum tentang ide menjadi republik dalam tiga tahun mendatang.
“Itu bukan sikap tidak hormat kepada raja. Ini bukan tindakan permusuhan, atau perbedaan antara Antigua dan Barbuda dan monarki. Ini adalah langkah terakhir untuk menyelesaikan lingkaran kemerdekaan untuk menjadi bangsa yang benar-benar berdaulat,” dalih Browne kepada ITV News.
Baca Juga:10 Fakta Kasus Kebocoran Data Pribadi Era JokowiPihak Keluarga MAH, Pemuda Madiun Tersangka Terkait Bjorka: Ketik-ketik Terlalu atau Tidak Sengaja, Mohon Maaf Kepada Semuanya
Namun, beberapa negara memang sudah mengindikasikan siap untuk menjadi republik bahkan sebelum mangkatnya ratu.