KEMATIAN Ratu Elizabeth II dapat mempercepat upaya untuk menghapus monarki di bekas koloni yang masih mengakui raja dan ratu Inggris sebagai kepala negara mereka. Sebagai raja Inggris yang baru, Charles III harus menghadapi situasi tersebut.
Banyak negara bekas koloni Inggris tetap terikat bersama sebagai bagian dari Persemakmuran, satu asosiasi sukarela dari 56 negara. Ada 14 negara yang tetap memegang monarki konstitusional dengan Raja Charles III yang kini menjadi kepala negara setelah kematian Elizabeth pada usia 96 tahun pada 8 September yang lalu.
Negara-negara itu adalah: Antigua dan Barbuda, Australia, Bahama, Belize, Kanada, Grenada, Jamaika, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Kepulauan Solomon, dan Tuvalu.
Baca Juga:Pemilik Akun Ini Bersikukuh MSF Terkait Bjorka, Voltcyber_v2: Akun Saya Volt_Anonym Hilang, Ini Belum BerakhirBukan Orang Israel Seperti Dugaan Sejumlah Orang, Pakar Polhukam: Ungkap Siapa Bjorka Sebenarnya Mudah
Mangkatnya Ratu Elizabeth yang sangat dicintai dan aksesi Charles yang kurang populer dapat meningkatkan kampanye pro-republik di negara-negara tersebut, di mana sejak lama bergemuruh perdebatan tentang pemutusan hubungan dengan takhta Inggris.
Sue Onslow, Wakil Direktur Institute of Commonwealth Studies, mengatakan Ratu Elizabeth telah mengawal transisi Inggris dari kerajaan global menjadi negara Eropa utara berukuran sedang, yang mulai menghadapi masa lalunya. Namun ikatan kolonial tidak begitu mudah dibubarkan.
“Sang Ratu adalah ‘perekat tak terlihat’ yang menyatukan Persemakmuran, tetapi putranya sangat siap untuk jabatan itu. Dia memiliki kapasitas untuk peran itu tetapi saya tidak bisa berpura-pura bahwa dia adalah ibu tercinta, kita tidak akan melihatnya seperti itu lagi,” kata Onslow.
Steven Ratuva, Direktur Pusat Studi Pasifik Macmillan Brown di University of Canterbury berpendapat Persemakmuran memiliki daya tarik sentimental di Pasifik, tetapi hanya sedikit.
“Sang Ratu mampu menyatukan karena hubungan sentimentalnya yang mendalam dengan orang-orang. Charles mungkin tidak memiliki kedalaman hubungan sentimental yang sama, jadi akan ada perjuangan untuk menjaga Persemakmuran bersama karena tidak ada aliansi ekonomi, politik atau strategis yang kuat yang bisa menyatukannya,” papar Ratuva.
Ratuva mengatakan Raja Charles dapat dilihat sebagai pemimpin yang lebih progresif. Dia dilihat sebagai generasi baru, dengan ide-ide baru pada saat terjadi perubahan pemikiran dan harapan di Pasifik.