Siapa sosok orang tua angkat Bjorka?
Aboeprijadi Santoso, wartawan Indonesia yang tinggal di Belanda, dalam tulisannya yang berjudul Batara Simatupang, Pendekar di Usia Senja menyebutkan mahasiswa Indonesia di Warsawa, Batara Simatupang, adik Jenderal T.B. Simatupang beserta sebelas rekannya menolak screening lalu KBRI mencabut paspor mereka bulan Oktober 1966. Batara pindah ke Belanda dan meraih gelar doktor bidang ekonomi-sosialis di Amsterdam.
Siapa Batara Simatupang? Pemilik nama lengkap Batara Ningrat Simatupang, seorang ekonom dan tokoh sosialis Indonesia yang selama hampir setengah abad tinggal di luar negeri karena situasi politik di Indonesia tidak mengizinkannya kembali ke tanah air.
Ia dilahirkan sebagai anak ketujuh dari keluarga Simon Simatupang, seorang pegawai Pos di Pematangsiantar, dan Mina Sibuea. Dua orang saudara kandungnya yang cukup terkenal adalah Letjen. T.B. Simatupang, seorang tokoh militer dan Gereja dan Prof. Dr. Tapi Omas Ihromi-Simatupang, seorang antropolog. Ia belajar HIS di kota kelahirannya, kemudian melanjutkan ke SMA Jl. Batu di Jakarta Pusat dan kemudian masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Di fakultas ini, ia sempat menjadi asisten Prof. Dr. Sadli, yang belakangan menjadi menteri dalam kabinet Orde Baru.
Baca Juga:Menerka di Balik Nama BjorkaNah Ini Dia, Foto Profil yang Digunakan Bjorka Cover Album Bjork: Utopia
Setelah menyelesaikan studinya di FE-UI, ia dikirim oleh fakultas untuk melanjutkan studinya di Universitas Stanford, di Palo Alto, California, Amerika Serikat dan belajar bersama-sama dengan teman-temannya seperti Emil Salim, Saleh Affif, dll.
Di Stanford, ia bertemu dengan Prof. Paul Barant, seorang tokoh kiri Amerika, yang menjadi sumber inspirasi baginya untuk mempelajari sosialisme, model pembangunan sosialis, dan sistem sosialisme.
Batara hanya tinggal selama dua tahun di Stanford, karena pimpinan FE-UI kemudian memintanya mempelajari dan meneliti sistem ekonomi sosialis di Beograd, Yugoslavia. Karena itu pada 1961 ia pindah dan tinggal di Beograd selama dua tahun hingga 1963.
Pada 1963-1964 ia pindah lagi ke Warsawa, Polandia untuk belajar di program Kursus Lanjutan dalam Program Perencanaan Ekonomi Nasional di negara tersebut. Setelah mengikuti program tersebut, kembali oleh pimpinan FE-UI, ia diminta untuk mengambil program doktor dalam Ilmu Ekonomi Sosialis di Universitas Warsawa. Tugas ini tak sempat diselesaikannya, karena pada tahun 1966 – tak lama setelah Tragedi G30S, Kedutaan Besar Indonesia di Warsawa atas nama pemerintah Orde Baru menyatakan bahwa Batara tidak mempunyai iktikad baik terhadap Indonesia. Paspornya dicabut, sehingga ia pun kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Batara mengajukan permohonan suaka kepada pemerintah Polandia, dan ia diizinkan tinggal di negara itu hingga 1969.