Berikut pernyataan lengkap Effendi dalam RDP itu:
Ketua, saya minta (rapat) terbuka, karena kita justru semua kita hadir di sini untuk dapat penjelasan dari Panglima TNI, dari Kepala Staf Angkatan Darat, bukan dari Wakasad dan dari Menhan, kaitannya ada apa yang terjadi di tubuh TNI.
Kita agak kesampingkan soal pembahasan anggaran ini. Anggaran sudah hampir pasti sama, mungkin sudah gak perlu lagi dibantu.
Tapi ada apa di TNI ini perlu kita. Kalau perlu, setelah kita pembahasan anggaran, kita jadwalkan nanti malam, kita hadirkan Kepala Staf angkatan Darat, hadirkan Panglima TNI, untuk membahas, kami banyak sekali ini temuan-temuan ini, insubordinasi, disharmoni, ketidakpatuhan, ini TNI kayak gerombolan ini, lebih lebih Ormas jadinya, tidak ada kepatuhan.
Baca Juga:Polda Sumsel Ungkap Aktivitas Ilegal Pengeboran Minyak, Ada 7.734 Sumur Ditemukan di Muba5 Terduga Provokator Saat Aksi Tolak Harga BBM di Patung Kuda, Polisi: Bukan Anarko atau Massa Aksi 1209
Kami ingin tegas ini, jangan lupa penggerak daripada kekuatan itu presiden dan DPR. Bukan hanya presiden. Tanpa persetujuan DPR, Presiden tidak bisa gerakkan TNI. TNI hanya alat, hanya Instrumen.
Bapak-bapak sebagai jenderal itu hanya nakhoda sesaat, tapi selamatkan TNI nya. Ini semua fraksi prihatin ini. Ada apa ketidakpatuhan si A dengan si B. Ini porak-poranda ini TNI.
Saya minta pimpinan, kita jalan terus dengan urusan RKA. Kalau perlu langsung kita setujui, tapi khusus isu-isu aktual. Bukan hanya mutilasi, adanya pembakaran daripada mayat-mayat di papua, yang menjadi tersangka Brigien I, yang sampai sekarang tidak bisa diproses hukum oleh institusi TNI sendiri. Ada apa pembangkangan ini?
Kenapa terjadi pembangkangan-pembangkangan di tubuh TNI, saya kira-kira, saya usul malam ini juga kita rapat terbuka, jangan ada yang ditutupi. Saya tidak ingin berpihak kepada siapa-siapa.
Ingin penjelasan dari saudara Jenderal TNI Andika, dan penjelasan dari Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Ada apa terjadi disharmoni begini, ketidakpatuhan.
Sampai urusan anak KSAD pun gagal masuk Akmil pun menjadi isu. Emang kalau anak KSAD kenapa?, emang harus masuk? emang kalau anak presiden harus masuk?. Siapa bilang itu, ketentuan apa. Ini kita harus tegas, pak.
Saya lebih tua dari bapak-bapak semua. Saya berhak bicara di sini. Jangan seperti ini, kalau ketentuan mengatakan tidak, ya tidak. Tidak ada diskresi. Apa diskresi begitu. Oh anak saya. Kenapa urusannya memang kalau anakmu?” (*)