Pesawat transit di Singapura selama satu jam sepuluh menit, kemudian melanjutkan perjalanan ke Amsterdam pada pukul 01.50 waktu setempat. Pesawat dijadwalkan tiba di Amsterdam 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam.
Dalam perjalanan dari Singapura menuju Amsterdam, Munir duduk di kelas ekonomi kursi 40G. Sekitar 40 menit setelah take off, Munir menuju toilet.
Sekitar dua jam kemudian Munir mendatangi pramugara Bondan Hernawa dan menyampaikan bahwa ia sakit dan ingin dipertemukan dengan dokter Tarmizi yang duduk di kelas bisnis sambil menyerahkan kartu nama dokter itu.
Baca Juga:Percepat Jarak Tempuh, Ini 10 Perjalanan Kereta Api Jarak Jauh Mulai Beroperasi 28 September 2022Mantan Kapolres OKU Timur Beberkan Fakta Persidangan Soal Setoran Wajib ke Atasan
Bondan Hernawa dan Madjib Nasution selaku puser kemudian mendatangi dokter Tarmizi yang duduk di kursi 1J. Tetapi karena dokter Tarmizi tidur pulas, Madjib meminta Munir untuk membangunkan dokter Tarmizi. Setelah bertemu dengan dokter Tarmizi, Munir menyampaikan bahwa ia telah muntah dan buang air besar sebanyak 6 kali.
Munir mendapat penanganan oleh dokter Tarmizi. Setelah itu, ia ditempatkan di kursi nomor 4 bisnis kelas agar dekat dengan dokter. Munir terus mengalami muntah dan buang air besar berkali-kali sekalipun telah diberikan obat diare dan susu serta air garam.
Beberapa jam kemudian Munir kembali kesakitan. Dokter memberinya minum tapi dimuntahkan kembali. Dokter Tarmizi kemudian memberikan suntikan, dan Munir kembali tenang.
Pada Selasa, 7 September 2004, sekitar pukul 04.05 UTC (diperkirakan di atas negara Rumania) atau pukul 08.00 waktu setempat, sekitar 2 jam sebelum mendarat di Bandara Schipphol, Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada 12 November 2004, polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum dari hasil otopsi Munir. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir pada saat itu.
Jenazah Munir kemudian dimakamkan di Taman Makam Umum Kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.
Siapa Munir?
Munir Said Thalib lahir di Batu Malang pada 8 Desember 1965. Ia merupakan aktivis HAM yang sudah beberapa kali menangani kasus-kasus penting.