Tanggung jawab keamanan bandara akhirnya dilimpahkan kepada badan pemerintah federal, Transportation Security Administration (TSA), yang didirikan sekitar dua bulan setelah 9/11.
Taktik pengamanan TSA dipandang sebagai mobilisasi terbesar yang pernah dilakukan pemerintah AS sejak Perang Dunia II, tulis sejarawan Michael P.C. Smith dalam artikel di laman National Museum of American History. Hanya dalam kurun waktu satu tahun setelah dibentuk, TSA merekrut 60 ribu staf—mulai dari dokter, pengacara, veteran, sampai pemuda baru lulus kuliah—untuk membantu proses skrining calon penumpang di lebih dari 400 bandara.
Barang-barang berbahaya yang diperbolehkan dalam manual 1994 kemudian dilarang. Sementara kebijakan melepas sepatu saat melewati mesin sinar-x baru diterapkan beberapa tahun setelah militan Islamis asal Inggris, Richard C. Reid, mencoba mengaktifkan bom yang disembunyikan di sol sepatunya dalam penerbangan dari Paris menuju Miami pada Desember 2001.
Baca Juga:Serangan Teror Terburuk Paling Berani dalam Sejarah Amerika, 9/11Pengakuan Bjorka: Punya Teman Sejati asal Indonesia Tinggal di Warsawa, Sudah Meninggal Dunia dan Merawatnya Sejak Lahir
TSA juga mengeluarkan aturan tentang pembatasan aerosol, cairan, atau gel seperti sampo, tabir surya, selai, saus dalam botol kecil ukuran 100 ml setelah pada Agustus 2006 dilaporkan sejumlah pihak di Inggris—diduga diarahkan oleh petinggi Al-Qaeda dari Pakistan—tengah merancang pengeboman dengan bahan peledak cair. Rencananya bom tersebut disamarkan dalam bentuk minuman soda yang akan diaktifkan dalam tujuh penerbangan dari London menuju Amerika Utara. Beruntung dua minggu sebelum misi itu terlaksana intelijen Inggris sudah menangkap para terduga pelaku dan kemalangan tak terjadi.
Regulasi baru yang lebih ketat bertambah seiring dengan semakin banyaknya strategi pengeboman pesawat.
Pada 2009, Umar Farouk Abdulmutallab asal Nigeria berusaha mengaktifkan bom berbahan plastik yang disimpan di celana dalamnya dalam penerbangan dari Lagos menuju Detroit. Aksinya berhasil digagalkan oleh penumpang dan kru pesawat.
Pada 2010, grup afiliasi Al-Qaeda di Yaman pernah mencoba mengirimkan paket bom dalam tinta printer ke AS. Aksi ini dihalau oleh otoritas Inggris dan Arab Saudi. Ada juga kakak-beradik asal Sydney simpatisan Negara Islam. Pada 2017, mereka menyimpan bom dalam alat penggiling daging. Untungnya usaha mereka membawanya terbang ke Abu Dhabi gagal karena barang terlalu berat untuk diperbolehkan masuk kabin.