KASUS pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terus bergulir. Rekomendasi yang diungkapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan, bahwa ada dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J ke Putri Candrawathi menjadi kontroversi.
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, angkat bicara mengenai hasil rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM terkait dugaan pelecehan seksual tersebut. Ia menilai dugaan pelecehan seksual ini tidak memiliki cukup manfaat bagi mendiang Brigadir J maupun Putri Candrawathi untuk dibicarakan lebih lanjut.
“Karena Brigadir J sudah berpulang dan tidak bisa memberikan klarifikasi, dia akan terabadikan dalam stigma dia pelaku rudapaksa atau pelaku pelecehan seksual, itu bagi Brigadir J. Sementara untuk PC, kalau memang dia korban maka menurut peraturan dia berhak mendapatkan restitusi dan kompensasi dengan syarat bahwa pelaku divonis bersalah,” kata Reza dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam, Minggu, 4 September 2022.
Baca Juga:Iran Tangkap 12 Orang dari Kaum Baha’i Diduga Terlibat Organisasi Mata-mata IsraelKajian Intelijen: Isu BBM Jadi Isu Sentral, Jika Tidak Ditata dalam Kebijakan yang Tepat, Muncul Efek Berantai Terhadap Sektor Lain
Namun, kompensasi yang harusnya diperoleh Putri Candrawathi berujung tak ada lantaran Brigadir J telah meninggal dunia. Sehingga tidak ada persidangan dan tak ada yang bisa divonis bersalah.
“Maka tidak ada restitusi dan kompensasi untuk PC, maka tidak ada gunanya atau manfaatnya bagi PC mengangkat isu (dugaan pelecehan seksual) tersebut,” sambungnya.
Kendati begitu, Reza baru menyadari ada manfaat lain untuk Putri Candrawathi dalam dugaan pelecehan seksual yang kembali dibicarakan usai adanya rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Putri Candrawathi berusaha mempengaruhi penegak hukum
Katanya, isu dugaan pelecehan seksual ini bisa digunakan sebagai siasat untuk menunjukkan Putri Candrawathi bukan lagi tersangka, melainkan sebagai korban. Adapun siasat yang digunakan merupakan dengan memainkan isu ini sebagai ironi viktimisasi.
“Tampaknya, siasat yang digunakan adalah dengan memainkan ironi viktimisasi. Seorang pelaku berusaha menggeser dirinya untuk mempengaruhi opini publik, barang kali juga untuk mempengaruhi otoritas penegak hukum dan majelis hakim bahwa dia bukan pelaku tapi melainkan sebagai korban,” bebernya.
Ironi viktimisasi yang dimainkan dengan mengklaim Putri Candrawathi sebagai korban pelecehan seksual ini diduga bisa menjadi jalan untuk berkelit atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Mengingat, kata Reza, Putri Candrawathi terancam hukuman mati atau seumur hidup atau 20 tahun penjara buntut dari perencanaan pembunuhan Brigadir J.