Tertua di Jawa Timur Masih Misterius, Kerajaan Kanjuruhan Umurnya Sama dengan Kerajaan Tarumanegara

Tertua di Jawa Timur Masih Misterius, Kerajaan Kanjuruhan Umurnya Sama dengan Kerajaan Tarumanegara
Candi Badut, salah satu peninggalan Kerajaan Kanjuruhan. (Jurnal Malang)
0 Komentar

Selanjutnya, ditemukan pecahan kedua dan ketiga, berupa bagian atas serta bawah prasasti, pada tahun 1923, di Desa Merjosari. Tiga desa tersebut letaknya bersebelahan sehingga tidak terpaut jauh jaraknya.

W.J. van der Meulen berpendapat, meskipun prasasti Dinoyo memakai Bahasa Sansekerta, isinya menunjukkan adanya pengaruh Bahasa Jawa Kuno. Maka itu, pemahatan prasasti Dinoyo diyakini berlangsung saat awal mula penggunaan Bahasa Sanskerta dalam tradisi Bahasa Jawa Kuno.

Prasasti Dinoyo memuat unsur penanggalan dalam candrasengkala berbunyi “nayana-vayurase” dan jika diuraikan berangka tahun 682 Saka atau 760 Masehi. Penafsiran ini memberikan petunjuk bahwa telah ada sebuah kerajaan yang berdiri di Dinoyo (Malang) pada abad ke-8 Masehi.

Baca Juga:Vladimir Putin Beri Tenggat Waktu 15 September Kuasai Lebih Banyak Donetsk Timur7 Pebisnis Rusia Mati Mendadak Tanpa Penyebab Jelas, Sebelum Produsen Minyak Ravil Maganov

Isi Prasasti Dinoyo tentang peresmian bangunan suci bagi Arca Agastya yang dilaksanakan pada bulan Marggaśirsa tahun 682 Śaka (November, 760 Masehi). Prasasti Dinoyo juga mengungkapkan informasi penting terkait silsilah penguasa Kerajaan Kanjuruhan.

Silsilah penguasa Kerajaan Kanjuruhan itu dimulai dari Devasiṃha yang memiliki putera bernama Limwa. Setelah diangkat menjadi raja Kanjuruhan menggantikan ayahnya, nama Limwa berganti menjadi Gajayana. Limwa memiliki puteri bernama Uttajana yang menikah dengan Jananiya.

Merujuk pada kajian Sri Soejatmi Satari dalam “Upacara Weda di Jawa Timur: Telaah Baru Prasasti Dinoyo” yang terbit melalui Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi (Volume 27, No 1 Tahun 2009: hlm. 38), ketika Prasasti Dinoyo ditulis, Raja Gajayana sebenarnya telah wafat.

Fakta ini terlihat dari keberadaan kata “smá¹›taḥ” di belakang nama Gajayana yang berarti: “seperti yang diingat orang.” Selain itu, upacara penggantian arca Agastya dari kayu cendana menjadi batu hitam serta pendirian bangunan, yang tercatat di prasasti Dinoyo, dilaksanakan oleh A-nanah yang merupakan anak Uttajana, alias cucu Gajayana.

Isi lengkap Prasasti Dinoyo dan terjemahannya bisa dilihat di link ini.

Sejarah Kanjuruhan

Slamet Sujud dalam artikel bertajuk “Eksplorasi Nilai-Nilai Pendidikan Bangsa dari Sejarah Lokal Malang Mulai Zaman Prasejarah Sampai Masa Hindu-Budha Abad XI” yang terbit di Jurnal Sejarah dan Budaya UM (Volume 8, 2014: 88), menjelaskan bahwa sudah ada struktur sosial-politik yang mapan di kawasan Malang, Jawa Timur, pada abad ke-8 Masehi.

0 Komentar