Intelijen teritorial Prancis memiliki banyak data tentang Muslim Prancis, karena telah menyatakan dukungan mereka untuk Melenchon, pemimpin partai La France Insoumise (LFI), yang menyuarakan penentangan terhadap sentimen anti-Muslim di Prancis beberapa kali.
Dengan mendaftarkan nama-nama Muslim ini, tindakan intelijen teritorial telah membangkitkan perdebatan tentang “Islamo-kiri”. Ini merupakan teori yang sering didorong oleh Le Pen dan sesama politisi sayap kanan Eric Zemmour, bersama dengan pemerintah Prancis.
Pada akhir 2020, gagasan yang disebarluaskan sejak tahun 2002 oleh sayap kanan ini, telah mendapat paparan media yang kuat. Sementara, menteri pendidikan nasional saat itu Jean-Michel Blanquer, serta mantan menteri pendidikan tinggi Dominique Vidal, menggunakan istilah tersebut untuk mencela dugaan kedekatan dan kelemahan politisi sayap kiri Prancis tertentu terhadap Islam.
Baca Juga:Kompol Chuck Putranto Perintahkan Kompol Baiquni Wibowo Hapus Rekaman CCTV Lokasi Kejadian Penembakan Brigadir JJika Ada Dugaan Pelecehan Seksual yang Dilakukan Brigadir J, Legislator: Harus Ada Visum
Tidak hanya itu, para anggota pemerintah Prancis ini juga melontarkan tuduhan terhadap para akademisi dan peneliti Prancis. Mereka menyatakan universitas-universitas itu diganggu oleh para akademisi yang bersekutu dengan kaum Islamis untuk memecah belah Prancis.
Dalam siaran pers yang diterbitkan pada Februari 2021 untuk menanggapi pernyataan Vidal, Pusat Penelitian Ilmiah Nasional (CNRS) telah menekankan “Islamo-kiri” atau slogan politik yang digunakan dalam debat publik, tidak sesuai dengan realitas ilmiah apa pun.
Selain itu, CNRS mengecam upaya untuk mendelegitimasi berbagai bidang penelitian, seperti studi postkolonial, interseksional, atau rasial, dengan menyatakannya sebagai “Islamo-kiri.”
Pada 2019, sebuah kelompok ultra-kanan “French of stock” secara daring menerbitkan daftar beberapa ratus nama yang dituduh sebagai “Islamo-kiri”. Jurnalis Anadolu Agency Feiza Ben Mohamed termasuk di antara mereka.
Pada akhir Juli, Komite Antar Kementerian untuk Pencegahan Kenakalan dan Radikalisasi (CIPDR) telah menargetkan, khususnya di jejaring sosial, beberapa warga negara Prancis yang memerangi kebencian anti-Muslim, termasuk Ben Mohamed.
Setelah muncul daftar ini oleh negara, Ben Mohamed kerap mengalami gelombang pelecehan, agresi verbal dan penghinaan di platform media sosial. Hal ini berlangsung beberapa minggu dan mempengaruhi kehidupan pribadi dan profesionalnya. (*)