PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengatakan kebijakan APBN akan tetap diarahkan untuk mengantisipasi tekanan inflasi dari eksternal, terutama inflasi energi dan pangan. Inflasi akan tetap dijaga pada kisaran 3,3%.
“Asumsi inflasi pada level ini juga menggambarkan keberlanjutan pemulihan sisi permintaan, terutama akibat perbaikan daya beli masyarakat,” kata Jokowi saat menyampaikan Pidato Presiden RI pada penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Diungkapkannya, rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di sekitar Rp 14.750 per dolar AS dan rata-rata suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diprediksi pada level 7,85%.
Baca Juga:Presiden Jokowi: Digitalisasi Ekonomi Lahirkan 2 Decacorn 9 Unicorn Bantu Pemberdayaan UMKMPresiden Jokowi Sampaikan Asumsi Makro 2023
Selanjutnya, harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada US$ 90 per barel. Di sisi lain, kata Jokowi, lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 660.000 barel per hari dan 1,05 juta barel setara minyak per hari.
Lebih lanjut Jokowi mengatakan dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian nasional terkini, agenda pembangunan yang akan dicapai, serta potensi risiko dan tantangan yang dihadapi, pemerintah telah menyusun asumsi dasar ekonomi makro sebagai landasan penyusunan RAPBN 2023.
Asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi landasan penyusunan RAPBN 2023, menurut Jokowi, di antaranya pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan sebesar 5,3%.
“Kita akan berupaya maksimal dalam menjaga keberlanjutan penguatan ekonomi nasional. Ekspansi produksi yang konsisten akan terus didorong untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Berbagai sumber pertumbuhan baru harus segera diwujudkan,” terang Jokowi.
Asumsi makro lainnya, lanjut Jokowi, adalah pelaksanaan berbagai agenda reformasi struktural terus diakselerasi untuk transformasi perekonomian. Investasi harus dipacu serta daya saing produk manufaktur nasional di pasar global, harus ditingkatkan.
Dengan semakin kuatnya sektor swasta sebagai motor pertumbuhan, maka manajemen kebijakan fiskal dapat lebih diarahkan untuk menciptakan keseimbangan antara perbaikan produktivitas dan daya saing, dengan menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal untuk menghadapi risiko dan gejolak di masa depan.
“Bauran kebijakan yang tepat, serta sinergi dan koordinasi yang semakin erat antara otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan akan menjadi modal yang kuat dalam rangka akselerasi pemulihan ekonomi nasional serta penguatan stabilitas sistem keuangan. Inflasi akan tetap dijaga pada kisaran 3,3%,” ungkap Jokowi. (*)