MENTERI Keuangan Sri Mulyani diminta mengantisipasi dampak konflik di Laut China Selatan saat menyusun Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023.
Permintaan itu disampaikan anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad, dikutip Sabtu (6/8/2022) yang terjadi, bisa saja merembet menjadi konflik militer di Laut China Selatan.
Analisa Kamrussamad didasarkan sejumlah pengamatan paska kunjungan kerja Ketua DPR AS Nancy Pelosi di Taiwan.
Baca Juga:Roy Suryo: Saya Tidak Berniat Menista Agama BudhaKelompok Pejuang Palestina di Gaza Tembakkan Puluhan Roket ke Israel
“Belajar dari APBN 2022, proses penyusunannya tidak mempertimbangkan perang Ukraina-Rusia. Tidak ada prediksi perang Ukraina-Rusia akan pecah,” ujar Kamrussamad, Jumat (5/8/2022) kemarin.
Kamrussamad mengungkapkan, kenyataannya perang Ukraina dengan Rusia menjadi episentrum resesi global, selain pandemi Covid-19. Karena itu, Kemenkeu diminta mewaspadai jangan sampai penyusunan APBN 2023 mengulang hal yang sama.
“Presiden Jokowi akan membacakan Pidato RAPBN 2023 dan Nota Keuangannya, yaitu tanggal 16 Agustus minggu depan, Pemerintah harus antisipasi perlunya pertimbangan perang Laut China Selatan dalam penyusunan RAPBN 2023,” ujar Kamrussamad.
Apabila tidak diantisipasi, kata Politisi Partai Gerindra tersebut, dampak konflik itu terhadap ekonomi nasional akan jauh lebih besar dibanding dampak perang Ukraina versus Rusia.
Selain Indonesia berada di lingkaran inti episentrum konflik, Laut China Selatan juga menjadi wilayah yang kaya Sumber Daya Alam (SDA) dan lintasan strategis lalu lintas rantai pasok dunia.
Selain dampak ekonomi, Kamurssamad juga khawatir Indonesia mengalami dampak langsung berupa terjadinya kerusakan dan kehancuran di wilayah Natuna sebagai salah satu sumber eksplorasi sumber pendapatan negara.
“Kemungkinan-kemungkinan terburuk dari perang di Laut China Selatan, harus disiapkan dalam RAPBN 2023 sejak sekarang,” pungkas Kamrussamad. (*)