KOALISI Advokasi Permenkominfo 5/2020 telah beraudiensi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada Senin (1/8/2022). Koalisi menyampaikan desakan untuk mencabut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.5 tahun 2020 terkait Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat.
Pada audiensi yang dihadiri oleh Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan, Plt. Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Teguh Arifiadi, dan Kepala Bidang Hukum Anton Dailami, Kemkominfo menyatakan tidak akan mencabut regulasi yang disahkan pada November 2020 itu.
“Dari hasil audiensi tersebut, kami merasa harus mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan dalam mencabut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat dan amandemennya Permenkominfo No.10 tahun 2021,” ujar Arie Sembiring, perwakilan Koalisi Advokasi Permenkominfo 5/2020.
Baca Juga:Sergei Shoigu: Rusia Hancurkan 6 Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi Besutan Amerika SerikatVladimir Putin: Generasi Pasukan Terjun Payung Tunjukkan Keberanian dalam Operasi Militer Khusus di Ukraina
Pasalnya sanksi berupa pemutusan akses dalam regulasi ini yang juga turunan dari Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2019 (PP 71/2019) telah menyalahi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam UU ITE dijelaskan bahwa pemutusan akses menurut Pasal 40 ayat (2) huruf b hanya dalam rangka pencegahan terhadap penyebaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum. Adanya sanksi pemutusan dalam PP dan Permenkominfo karena tidak mendaftar jelas menyalahi Undang-Undang.
Selain itu, PP 71/2019 juga telah melampui kewenangan aturan di tingkat Peraturan Pemerintah, di mana dalam Pasal 6 dan Pasal 100 PP 71/2019 mengatur sanksi bagi PSE yang tidak mendaftar, padahal dalam UU ITE tidak diatur kewajiban mendaftar dan sanksi pemutusan akses bagi PSE yang tidak mendaftar.
Lebih lanjut, setelah Kominfo melakukan pemblokiran sejumlah PSE yang tidak/belum mendaftar pada 30 Juli 2022, masyarakat mendapatkan secara langsung dampaknya.
Antara lain, pemblokiran Paypal menyebabkan jurnalis dan pengelola media yang selama ini mengandalkan aplikasi tersebut, tidak dapat melakukan transaksi maupun mengakses penghasilan/ pendapatannya.
Dari Posko Pengaduan yang dibuka AJI Indonesia dan LBH Pers, salah satu jurnalis mengungkapkan, dia menggunakan PayPal untuk menerima honor dari media luar negeri. Dia telah menggunakan Paypal selama 10 tahun, sebagai platform transfer dana untuk menerima pembayaran royalti foto dari berbagai situs tempatnya menjual karya foto. Selain itu, Paypal digunakan sebagai alat pembayaran atau berlangganan berbagai tools premium terkait website media yang dia kelola.