“Ada pun perusahan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM,” ungkapnya.
Selanjutnya, KPK menduga Mardani menerima uang dari Henry Soetio melalui orang kepercayaannya atau perusahaannya. Untuk memuluskan hal tersebut, diduga dibuat kesepakatan kerja sama underlying untuk memayungi adanya aliran uang dari PT PCN.
“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai dengan 2020,” tegas Alexander.
Jadi tersangka tunggal
Baca Juga:Dimakamkan Secara Kedinasan, Bukti Brigadir J Adalah KorbanBareskrim Sita 56 Kendaraan, 44 Mobil 12 Sepeda Motor Terkait ACT
Mardani hanya ditetapkan sebagai tersangka sendirian. Pemberi suap, yaitu Henry Soetio dinyatakan telah meninggal dunia sehingga terbebas dari jeratan hukum.
“Dalam paparan ekspose itu ternyata pemberinya Hendry Soetio (pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara atau PCN) itu sudah meninggal. Jadi pemberinya sudah meninggal,” ujar Alexander.
Meski begitu, KPK tetap yakin bisa mengusut kasus ini. Alexander bilang pihaknya sudah memegang alat bukti.
“Dan perkara ini sebetulnya ada irisan dengan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung menyangkut kepala dinas pertambangan dan energi,” tegasnya.
Akibat perbuatannya, Mardani kemudian disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (*)