Apa yang telah terjadi selama 77 tahun ini adalah terjadinya pertemuan kepentingan dari situasi domestik Indonesia dengan unsur-unsur asing yang memanfaatkan keadaan dan kebodohan kita untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Asing tersebut tidak terbatas pada negara Barat, tetapi juga Jepang, China, Australia dan negara-negara tetangga. Hal itu sebenarnya wajar saja karena setiap negara tentunya bersandar pada kepentingan nasionalnya yang diperjuangkan secara optimal yang seringkali harus menekan kepentingan negara lain. Dengan kata lain konflik, kompetisi, perebutan eksploitasi kekayaan alam, tipu-menipu diplomasi, serta berbagai operasi intelijen tidaklah terhindarkan. Akan sangat naif apabila kita bertindak bodoh dengan memasrahkan diri pada kebaikan negara asing, omong kosong!! tidak ada makan siang yang gratis begitu kata pendahulu pejuang kemerdekaan Indonesia dahulu.
Kepentingan asing ada dan akan selalu ada.
Semakin besar kepentingan asing tersebut, maka akan semakin besar pula tingkat operasi intelijen yang dikembangkan di Indonesia . Operasi intelijen juga tidak selalu identik dengan sebuah kerjaan besar yang mendorong pada kehancuran sebuah negara. Dalam kasus Indonesia, operasi intelijen yang dikembangkan oleh CIA misalnya lebih pada pemeliharaan kondisi agar Indonesia mudah dikendalikan untuk kepentingan Amerika Serikat. Salah satu teknik halus pengkondisian tersebut misalnya melalui tangan-tangan intelektual penganut faham ekonomi liberal dan politik demokrasi. Betapapun kita ikut merasakan adanya hal-hal yang baik dalam perubahan reformasi, kita tidak akan pernah bisa melakukan antisipasi terciptanya ruang konflik domestik yang lebih besar. Bahkan lucunya CIA sendiri tidak mampu memperkirakan langkah bangsa Indonesia, namun berkat ratusan operator informasi CIA di Indonesia ini lama-kelamaan Indonesia menjadi mudah diprediksi.
Pekerjaan besar yang harus terus dikembangkan adalah grand strategi intelijen dalam menghadapi operasi intelijen asing. Dari keseluruhan unit intelijen di negeri ini, unit yang paling lemah adalah kontra intelijen. Pada masa lalu kita mampu mengungkap sejumlah operasi intelijen yang dilakukan kelompok komunis maupun liberal, sehingga kita cukup disegani, hal itu bisa terjadi karena kita cukup cerdik memanfaatkan situasi perang dingin. Jika sekarang dengan situasi global yang begitu dinamis maka diperlukan sebuah konstruksi organisasi dan human intelligent yang handal. Selain itu sinergi intelijen sipil dan militer juga harus ditata dalam sebuah pola hubungan yang seimbang dan saling mengisi dan bukan saling menghantam. Konsentrasi pada persoalaan terkini dan yang paling mengancam juga harus ditekankan guna mempertajam perkiraan keadaan yang harus diantisipasi dengan kebijakan yang tepat.