Kala itu, sesaat sebelum dia ditangkap, Iqbal mengatakan kepada surat kabar The News di Lahore, bahwa dia tidak menyesal.
“Saya tidak menyesal. Saya membunuh 100 anak. Saya mengingkari keadilan. Saya bisa membunuh 500 anak; ini bukan masalah. Uang bukan masalah. Tapi janji yang saya ambil adalah membunuh 100 anak, dan saya tidak pernah ingin melanggar ini,” ungkapnya.
Dia mengklaim motifnya adalah balas dendam, ia menceritakan bagaimana dia marah dengan polisi yang dia klaim telah memukulinya atas tuduhan menyodomi anak-anak pada 1990-an.
Baca Juga:Punya Minat Ungkap Kasus Janggal, Ini 5 Film Serial Dokumenter Misteri di NetflixKampanye Pembersihan Sungai Suci Bein, Menteri India Minum Airnya dan Jatuh Sakit
Padahal dia sudah membantah tuduhan tersebut, tetapi dia malah didakwa, namun kemudian pernyataannya ini ditentang oleh investigasi surat kabar.
“Saya dipukuli dengan sangat parah hingga kepala saya remuk, tulang punggung saya patah dan saya menjadi lumpuh. Saya benci dunia ini,” ujarnya.
“Ibuku menangis untukku. Aku ingin 100 ibu menangis untuk anak-anak mereka,” lanjutnya.
Di persidangannya, seorang hakim memberinya 100 hukuman mati dan memerintahkan agar dia dieksekusi dengan rantai yang sama yang dia gunakan untuk mencekik korbannya dan tubuhnya dipotong menjadi 100 bagian – satu potong untuk setiap korban – dan dilarutkan dalam asam.
Namun dia ditemukan tewas gantung diri di dalam sel penjaranya. Kematiannya dicatat sebagai bunuh diri.
Jadi bagaimana ini terjadi? Tampaknya tak terduga bahwa 100 anak laki-laki bisa hilang dan tidak ada seorang pun yang menyadari hal berbahaya ini. Namun melihat kembali kehidupan Iqbal, menjadi jelas bahwa dia adalah seorang manipulator utama dan “groomer” yang licik.
Dia bahkan menikahi kakak perempuan salah satu korban remajanya sebagai tipu muslihat untuk melanjutkan kejahatannya.
Baca Juga:Pertama Kali Sejak 14 Tahun, Panglima TNI Andika Perkasa Terima Kunjungan Panglima Militer AS Mark MilleyKPK Tegaskan Mardani Maming Diproses Hukum Tidak Terkait Jabatannya Sebagai Bendahara Umum PBNU
Saat itu, surat kabar lokal The Dawn menulis seorang pria yang telah menghabiskan hampir seluruh kehidupan dewasanya, untuk mengatur situasi di mana dia bisa merawat dan melecehkan anak laki-laki yang lebih muda.
Dalam sebuah artikel Oktober 2001, pelaku diklaim telah menghabiskan sebagian besar hidupnya menjaga sekolompok remaja laki-laki di sekitarnya.
Mereka yang bertemu dengan Iqbal, menjulukinya sebagai “pemburu anak laki-laki yang akan melakukan apa saja untuk memuaskan nafsu sodomi”.