SITUASI pandemi Covid-19 yang berkelanjutan telah menyebabkan krisis atas hak-hak anak. Sejumlah anak telah terpaksa harus kehilangan salah satu atau kedua orang tua karena Covid-19.
“Pandemi Covid-19 telah muncul sebagai krisis atas hak anak. Anak-anak kehilangan orang tua dan pengasuhnya karena Covid-19, membuat mereka sangat rentan dan tanpa pengasuhan orang tua,” kata Ketua KPAI Daerah Kabupaten Cirebon Fifi Sopiah, pesannya dalam rangka Hari Anak Nasional (HAN), Sabtu (23/7/2021).
Fifi mengatakan dirinya melakukan pemantauan di media sosial dan media massa.
Baca Juga:Kuasa Hukum Mas Bechi: Perkara Pemerkosaan Janggal dan SumirMasa Pandemi, KPAID Kabupaten Cirebon Minta Sekolah Penuhi Kriteria Kantin Sehat di Tahun Ajaran Baru
Ia meminta pemerintah daerah melakukan pemilahan data secara rinci terkait jumlah anak yang terdampak akibat Covid-19 di Indonesia. Khususnya, anak-anak yang menjadi yatim/piatu atau yatim piatu karena orangtuanya meninggal akibat Covid-19.
Fifi menambahkan pandemi juga meningkatkan jumlah anak yang putus sekolah karena alasan ekonomi. Di antaranya, mereka yang tidak mampu membayar SPP selama berbulan-bulan, serta tidak memiliki alat daring, sehingga harus bekerja membantu orang tuanya, bahkan memutuskan menikah dalam usia anak.
“Pada 2020 ada 119 kasus anak putus sekolah karena menikah dan pada April 2021 mencapai 33 kasus. Padahal pemerintah sedang menurunkan angka perkawinan anak,” ujarnya.
KPAID Kabupaten Cirebon, ujarnya, mendorong pemerintah daerah untuk memberikan beasiswa dan fasilitas belajar daring untuk mencegah anak-anak putus sekolah.
Turut menjadi keprihatinannya di tengah peringatan HAN 2022 ini, Jabar memiliki pekerjaan rumah yang penting terhadap kasus kekerasan yang menimpa anak. Baru-baru ini juga terjadi kasus perundungan yang berujung kematian terhadap anak di Tasikmalaya pada Rabu (20/7/2022).
Kasus tersebut turut menambah jumlah korban kekerasan yang menimpa anak di Jawa Barat. Berdasarkan data dari SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), korban kekerasan anak di Jawa Barat selalu meningkat sejak tahun 2018 sampai 2021.
Pada tahun 2018, total jumlah korban kekerasan anak (usia 0-17) di Jawa Barat adalah sebanyak 559 anak. Dari jumlah tersebut korban terbanyak merupakan anak dengan usia 13-17 dengan 282 korban, usia 6-12 sebanyak 227 korban, dan usia 0-5 berjumlah 50 korban.
Baca Juga:Sidak Harga Cabai Merah dan Bawang Merah, Zulhas Sambangi Pasar Jagasatru CirebonSerangan Kera Ekor Panjang di Pesantren Miftahul Huda Kuningan
Kemudian pada tahun 2019 jumlah korban kekerasan anak bertambah menjadi 560 anak. Pada periode ini terdapat peningkatan jumlah korban usia 0-5 menjadi 61 korban dan terdapat penurunan pada kategori usia 6-12 dan 13-17.