AKTIVIS hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas di DPR RI.
Menurutnya, pasal-pasal di dalamnya bisa mengancam siapa saja, termasuk jurnalis. Haris menilai ada kecacatan prosedur dalam pembentukannya.
Hal itu disampaikan Haris di Warung Kopi Lagota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (21/7/2022) kemarin. Katanya, ada beberapa kelemahan dalam pasalnya serta tidak pernah dibahas secara berkelanjutan.
Baca Juga:30 Juli, Bersediakah Prabowo Subianto Sebagai Calon Presiden 2024?15 Peperangan di Nusa Kelapa Sebutan Jakarta Tempo Dulu, Dato vs Resi
Selain itu, RKUHP ini pernah dibahas dan diinisiasi di era Yusril Ihza Mahendra saat menjabat Menteri Hukum dan HAM. Adanya konteks rancangan ini muncul, kata dia, karena pernah mengikuti serangkaian workshop secara tematik saat itu.
Namun belakangan terhenti karena ada perubahan konstelasi politik dan berbagai persoalan lain, tetapi kemudian kembali dibahas. Ia menuturkan, intinya, tidak ada pembahasan berkelanjutan dan periodenya terlalu lama.
“Saya khawatir. Dan kelihatan betul rancangan ini tidak visioner. Kenapa tidak visioner, karena diskusinya bukan sekadar undang-undang tapi ini adalah KUHP,” ujar mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS ini menekankan.
Menurut dia, KUHP itu memuat berbagai macam hal, beda dengan undang-undang. Undang-undang itu hanya satu tema saja, kalau kitab ini bermacam-macam, ada soal kejahatan, benda, dan terhadap orang. Jadi, bukan hal yang gampang diubah sesuai dengan kebutuhan, tapi harus visioner.
“Jadi saya khawatir pembahasan yang tidak menyeluruh dan tidak berkelanjutan itu menyebabkan ada banyak kelompok yang tidak terwakili. Rancangan tidak partisipatif, dan tidak banyak melibatkan kelompok masyarakat, sehingga muncul banyak kritik dan pertanyaan, karena dibahas diam-diam,” katanya lagi.
Pendiri Lokataru ini mengemukakan, misalnya pasal terkait kebebasan menyampaikan pendapat itu bisa dianggap dengan hinaan.
Bagaimana kalau argumentasi disampaikan profesor dari hukum pidana ataupun Menteri Hukum dan HAM juga dianggap sama, itu tentu menjadi aneh.
Baca Juga:KPPU Catat 27 Daftar Perusahaan Terlapor pada Kasus Minyak GorengAndi Arief Akui Terima Uang dari Bupati Nonaktif Penajam Paser Utara
“Nah siapa pun yang menyampaikan kritik termasuk jurnalis, dia akan dengan mudah dipidanakan. Subjeknya itu kan kepala negara. Hukum pidana itu untuk menjaga martabat seseorang bukan martabat profesi,” katanya menjelaskan.