TENAGA Ahli Kemenkumham, Prof Harkristuti Harkrisnowo, memastikan, draf RUU KUHP tidak memuat pasal-pasal yang akan mengkriminalisasi insan pers.
“Dalam RUU KUHP ini, tidak ada yang menyasar kepada pers,” ujar perempuan yang karib disapa Prof. Tuti ini dalam diskusi dan audiensi dengan Dewan Pers di Gran Melia, Jakarta Selatan, Rabu 20 Juli 2022.
Prof. Tuti menjelaskan, RUU KUHP yang bersinggungan dengan insan pers telah dirancang berdasarkan pendekatan kode etik jurnalis. Meskipun, kata Gurubesar hukum pidana Universitas Indonesia ini, pemerintah meyakini Dewan Pers memiliki andil besar dalam menertibkan para insan pers nakal.
Baca Juga:Pertemuan Jokowi-Xi Jinping Akhir Juli, Apa yang Dibahas?Fakta-Fakta Mantan Pasukan AL Jepang Penembak Shinzo Abe
“Tidak ada pasal-pasal yang baru, tidak ada. Semua kami coba selaraskan dengan kode etik jurnalistik, termasuk Pasal 8 dalam kode etik,” tutur anggota tim perumus RUU KUHP ini.
Prof. Tuti lalu memaparkan, Pasal 188 RUU KUHP tentang ideologi negara (penyebaran/pengembangan komunisme/marxisme-leninisme) bersumber pada Pasal 107 huruf (a), huruf (b), huruf (c) dan huruf (d) dalam UU 27/1999 yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Selain itu, mengenai penyerangan harkat dan martabat diri presiden dan wapres, pemerintah menggunakan kata harkat dan martabat itu bisa diperjelas dan dikaitkan ke aturan MK.
“Untuk membela diri itu tidak bisa dipidana. Itu sesuai dengan kode etik jurnalistik, sesuai dengan putusan MK Pasal 134,” pungkas Prof. Tuti. (*)