KEKHAWATIRAN tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bisa mengancam kemerdekaan dan kebebasan pers terus disuarakan.
Bahkan menurut Dewan Pers, ada 19 pasal di RKUHP yang berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik.
Menurut Dewan Pers, 19 pasal RKUHP itu juga bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Baca Juga:4 Mantan Petinggi Polri Angkat Bicara Terkait Kasus Tewasnya Brigadir JPresiden Jokowi Terima Delegasi IMF di Istana Kepresidenan Bogor, Apa yang Dibahas?
“Dewan Pers menyatakan agar pasal-pasal di bawah ini dihapus karena berpotensi mengancam kebebasan kemerdekaan pers,” ujar Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2022).
Menurut Azyumardi, pasal-pasal yang dinilai bakal mengekang kebebasan dan berpotensi mengkriminalisasi pers di RKUHP adalah sebagai berikut:
- Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;
- Pasal 218, 219, dan 220 tentang Tindak Pidana Penyelenggaraan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden;
- Pasal 240, 241, 246, dan 248 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah karena bersifat pasal karet;
- Pasal 263 dan 264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;
- Pasal 280 tentang Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
- Pasal 302, 303, dan 304 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;
- Pasal 351-352 tentang Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
- Pasal 440 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pencemaran Nama Baik;
- Pasal 437 dan 443 tentang Pidana Pencemaran.
“Rancangan KUHP ini mengandung banyak sekali ancaman atau bahaya terhadap kebebasan pers, kebebasan bermedia kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, dan sebagainya,” ujar Azyumardi.
Azyumardi mencontohkan Pasal 188 yang mengatur ketentuan tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara.
Dalam pasal tersebut, media massa tak boleh menyiarkan hal-hal terkait dengan komunisme, marxisme, dan leninisme.
Paham ideologi tersebut hanya boleh dibicarakan dalam kajian ilmiah.
“Tapi, kalau di media secara implikasi itu enggak boleh, karena kalau ada tulisan mengenai marxisme meskipun itu tulisan yang kritis terhadap marxisme, tetapi itu bisa menimbulkan kegaduhan dan deliknya ada dua tahun kalau enggak salah,” kata Azyumardi.
Tidak sampai di situ, pidana bagi media massa yang nekat menyiarkan marxisme dan sejenisnya akan semakin berat bila menimbulkan kegaduhan.
Baca Juga:Kuasa Hukum Ungkap Fakta Adanya Dugaan Penyiksaan Sebelum Kematian Brigadir JKomnas HAM Bakal Panggil Irjen Ferdy Sambo dan Istrinya, Putri Candrawathi
“Kalau menimbulkan kegaduhan, bisa ditambah hukumannya. Kalau kegaduhannya menimbulkan korban, itu hukumannya tambah lagi,” tutur Azyumardi.