JAJARAN Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Kamis (14/7). Dalam penggeledahan itu, polisi menemukan sejumlah sertifikat tanah yang bertahun-tahun tak diserahkan ke pemiliknya.
“Kita temukan sertifikat-sertifikat yang seharusnya udah diserahkan dari tiga tahun lalu tapi ternyata belum diserahkan. Ini kasian masyarakat,” ungkap Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi, di kantor BPN Jakarta Selatan, Kamis (14/7).
Menurut Hengki, pelaku yang meruu pejabat BPN melakukan aksinya pada proses penerbitan sertifikat. Sehingga korbannya pun tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat, terutama yang ikut dalam program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Semestinya masyarakat sangat terbantu dengan program tapi ternyata dihambat oleh pejabat-pejabat tak bertanggungjawab tersebut.
Baca Juga:Periksa Perwakilan Lion Air, Bareskrim Selidiki 3 HalMelalui Email dari Singapura, Gotabaya Rajapaksa Mundur Sebagai Presiden Sri Lanka
“Ada salah satu modusnya seharusnya sertifikat bisa jadi, tapi ini tidak jadi-jadi dan ternyata justru diubah datanya diganti identitasnya, data yuridisnya menjadi milik orang lain dan luasannya lebih besar dan merebut tanah yang bukan haknya,” kata Hengki.
“Jadi, artinya dari sisi korban ini dari pemerintah dari pengusaha dan masyarakat biasa. Yang menjadi catatan kita semua ini sampai saat ini banyak masyarakat yang belum sadar kalau yang bersangkutan adalah korban,” terang Hengki.
Kemudian dari sisi modus operandi, kata Hengki, mulai dari yang konvensional dengan menggunakan data palsu. Apabila satu lokasi itu belum ada sertifikatnya dibuat data palsu bekerja sama dengan oknum akhirnya menjadi sertifikat. Ada juga lokasi di sertifikat dibuat data pembanding kemudian diadakan pemalsuan.
“Yang paling canggih ada ilegal access. Seharusnya akun yang tidak bisa ditembus bisa ditembus mafia. Makanya ini adalah mafai ada perkumpulan-perkumpulan tertentu yang memperoleh keuntungan secara tidak sah rugikan masyarakat dan pada kasus ini melibatkan antar instansi,” jelas Hengki.
Namun demikian, menurut Hengki, ada hal yang dilematis, khususnya dalam peralihan hak. Setelah beralih haknya, dibeli oleh pihak ketiga, pihak keempat, tentunya pembeli yang beritikad baik. Kata dia, hal itu yang menjadi permasalahan besar, karena pembelinya tidak mengetahui apa-apa terkait permasalahan objek yang dibelinya. Sehingga ada mekanisme tersendiri menanganinya.