SIDANG Peninjauan Kembali (PK) Kode Etik Profesi Polri (KEPP) resmi memecat AKBP Raden Brotoseno dari statusnya sebagai anggota Polri. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Mabes Polri, Komisaris Besar (Kombes) Nurul Azizah mengatakan, hasil sidang PK tersebut, saat ini, dalam proses pemberkasan di SDM Polri untuk penerbitan keputusan resmi institusional Polri dalam pemberhentian tidak dengan hormat.
“Sidang KEPP PK memutuskan untuk memberatkan putusan sidang Komisi Etik Polri sebelumnya, menjadi sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH (dipecat) sebagai anggota Polri,” begitu kata Nurul di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Nurul menerangkan, sidang PK KEPP terhadap putusan Brotoseno, digelar pada Jumat (8/7) kemarin. Hasil putusan sidang KEPP PK tersebut, menganulir putusan sidang KEPP 2020 lalu yang cuma memberikan sanski permintaan maaf, dan demosi.
Baca Juga:Keputusan Pemecatan AKBP Raden Brotoseno dari Keanggotaan Polri FinalISESS: Buka Hasil Autopsi Brigadir Yosua
AKBP Brotoseno, mantan Kepala Unit-III Subdit-III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri. Ia juga pernah menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi pada 2018, ia pernah dijerat pidana terkait korupsi, dan pemerasan.
Kasusnya terkait dengan penerimaan uang Rp 1,9 miliar dalam pengusutan kasus korupsi cetak lahan sawah di Kalimantan Barat (Kalbar). Meskipun sudah pernah dipenjara, namun Mabes Polri tak memecatnya dari keanggotaan kepolisian lantaran prestasi, dan kepribadian. Sidang Etik 2020, hanya menghukumnya, dengan demosi, dan sanksi permintaan maaf.
Kelompok masyarakat sipil, dan para pegiat anti korupsi, mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mengevaluasi putusan etik Polri, dan mendesak agar Brotoseno dipecat.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), pun meminta Kapolri melakukan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) terhadap Brotoseno. Menanggapi desakan pemecatan tersebut, Kapolri sempat mengatakan, tak dapat melakukan upaya hukum lanjutan karena aturan internal Polri, Perkapolri 14/2011 dan Perkapolri 19/2012 terkait KEPP, tak mengatur tentang evaluasi putusan etik, maupun PK.
Meskipun begitu, Kapolri Sigit tetap membuka jalan, dengan merevisi dua aturan internal kepolisian itu, dengan menerbitkan Perkapolri 7/2022 yang mengubah aturan ‘main’ dua perkapolri sebelumnya, Selasa (14/6).
Dalam perkapolri yang baru tersebut, diatur tentang PK atas putusan etik sebelumnya. Pada Rabu (29/6), Kapolri Sigit, resmi mengajukan PK etik terhadap putusan Brotoseno, sekaligus mengesahkan pembentukan Komisi PK KEPP yang dipimpin oleh Wakapolri Jenderal Gatot Eddy Pramono, dan Kadiv Propam Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo. (*)