KEPUTUSAN pemecatan AKBP Raden Brotoseno dari keanggotaan Polri sudah final. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Nurul Azizah mengatakan, saat ini, bidang sumber daya di markas besar cuma tinggal menunggu penerbitan surat keputusan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap mantan Kepala Unit-III Subdit-III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri itu.
“Kita tunggu saja surat keputusannya. Karena dari sidang Peninjauan Kembali (PK) KEPP (Komisi Etik dan Profesi Polri) sudah memutuskan untuk PDTH (pemberhentian dengan tidak hormat atau dipecat) terhadap yang bersangkutan,” kata Nurul di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (14/7).
Nurul menjelaskan, sidang PK KEPP sudah digelar pada Jumat (8/7/2022). Sidang internal tersebut menghasilkan keputusan pemberatan sanksi administratif terhadap Brotoseno.
Baca Juga:ISESS: Buka Hasil Autopsi Brigadir YosuaPolda Jabar Ungkap Praktik Penyalahgunaan 20 Ton Elpiji Subsidi
Putusan itu tertuang dalam surat PUT/K/PK/I/VII tahun 2022 yang intinya menganulir seluruh putusan sidang komisi KEPP PIT/72/XI/20 tahun 2020 yang menghukum AKBP Brotoseno berupa demosi dan permintaan maaf karena melakukan permuatan tercela.
“Putusan PK KEPP memberatkan putusan sebelumnya, berupa PTDH sebagai anggota Polri,” kata Nurul.
Prosedur administratif, mengharuskan keputusan hasil sidang PK KEPP itu, agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memecat AKBP Brotoseno melalui surat keputusan resmi dari SDM Polri. “Jadi putusan PK KEPP itu akan diserahkan ke SDM, untuk ditindaklanjuti dengan penerbitan surat keputusan PTDH,” ujar Nurul.
Meskipun sudah berstatus pecatan, namun sepanjang surat keputusan pemecatan resmi dari SDM Polri belum diterbitkan, AKBP Brotoseno masih dalam status anggota Polri. “Tetapi, ini hanya tinggal menunggu saja. Karena dari PK KEPP sudah PDTH. Dan itu sudah final,” kata Nurul.
AKBP Brotoseno adalah mantan Kepala Unit-III Subdit-III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Ia pernah menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi pada 2018, ia dijerat pidana terkait korupsi dan pemerasan.
Kasusnya terkait dengan penerimaan uang Rp 1,9 miliar dalam pengusutan kasus korupsi cetak lahan sawah di Kalimantan Barat. Meskipun sudah pernah dipenjara, namun Mabes Polri tak memecatnya dari keanggotaan kepolisian dengan dalih prestasi dan kepribadian.