Dari Maret ke bulan-bulan berikutnya, kondisi ekonomi Sri Lanka kian terperosok. Inflasi melambung tinggi dibarengi dengan naiknya harga bahan pokok dan mulai langkanya bahan bakar minyak (BBM). Hal itu pula yang membuat warga Sri Lanka mempertahankan aksi demonstrasinya. Mereka menuntut perbaikan hidup dan reformasi pemerintahan.
Pada Juni lalu, inflasi di Sri Lanka mencapai 54,6 persen. Angka itu diperkirakan bakal menyentuh hingga 70 persen dalam beberapa bulan mendatang. Saat ini Sri Lanka sudah menangguhkan pembayaran utang luar negerinya. BBM pun tak lagi dijual untuk umum karena stok yang tersedia hanya untuk mempertahankan layanan esensial, seperti rumah sakit dan pembangkit listrik.
Sri Lanka sudah kesulitan mengimpor BBM karena utang pembelian minyaknya telah menggunung. Saat ini negara tersebut sedang berusaha memperoleh dana bailout dari Dana Moneter Internasional (IMF) senilai 3 miliar dolar AS. Kolombo pun melakukan penggalangan dana dari sumber multilateral dan bilateral guna mengurangi kekeringan dolar. (*)