Bagi wajib pajak yang tahan bayar pajak akhirnya merasakan jika Program Pengungkapan Sukarela/ PPS Menjadi setor terpaksa.
Pemerintah rupanya sudah hilang urat malunya ke rakyat untuk terus memburu sumber pendapatan negara.
Beban defisit anggaran dan kewajiban pengembalian hutang Luar Negeri menjadi alasan mengapa negara memakai tangan besi dalam memungut sumber-sumber pendapatan alternatif dari masyarakat.
Baca Juga:Jangan Gunakan Kantong Plastik untuk Bungkus Daging Kurban, Akademisi: Daun Jati Lebih Awet dan Menghambat Pertumbuhan MikrobaGubernur Bank Indonesia Lantik Pengurus ISEI Cabang Bandung Periode 2022-2025
Semenjak 2 tahun terakhir dihantam Pandemi Covid 19 banyak wajib pajak masih sangat terpukul terutama pengusaha akibat lambannya pemulihan ekonomi dan belum adanya pertumbuhan bisnis yang memadai.
Wajib pajak pasrah dengan ancaman denda bunga tinggi dan penyitaan aset menyebabkan ketakutan dan trauma masyarakat.
Dengan terpaksa jika sudah terima sepucuk surat amplop coklat dari pajak, Wajib Pajak harus memenuhi panggilan ke kantor pajak terdekat.
Dari kesaksian temannya saya, karena keterpaksaan wajib pajak harus meminjam uang dari pihak ketiga hanya untuk memenuhi kewajiban pajak tambahan yang harus disetor.
Bagaimana masyarakat akan merespon kebijakan pemerintah yang semakin meningkatkan beban -beban hidup masyarakat?
Terjadi kenaikan harga BBM terbatas jenis Delite, Pertamax Dex dan Pertamax Turbo akan menggerus dan memukul kemerosotan pendapatan dan daya beli masyarakat.
Kendati BBM yang baik bukan BBM bersubsidi namun dampaknya shifting harga tersebut sangat besar bagi perekonomian nasional.
Baca Juga:Perekonomian Jabar Tumbuh Positif 5,61 persen, BI: Inflasi Melebihi Batas Target di Awal Tahun 2022Jokowi Bakal Lengser Jika Harga Solar Mengikuti Harga Pasar Rp18.150,-
Kendati Pertalite dan Solar tidak naik, kenaikan 3 jenis BBM tersebut memicu kepanikan ekonomi nasional. Tidak hanya pemilik mobil yang mengalami kemerosotan daya beli tetapi efek psikologis ekonomi nasional akan tertekan.
Jika ekonomi nasional sudah tidak kondusif serta merta akan memicu kontraksi negatif ekonomi makro.
Tentunya persoalan inflasi dan turunnya daya beli masyarakat menjadi ancaman serius yang akan menggerus target pertumbuhan ekonomi nasional.
Jika seandainya tidak ada stimulus ekonomi yang baik dan justru pihak terus melakukan tekanan ke masyarakat, bisa dipastikan akan terjadi bencana sosial dan ekonomi secara massal.
Indonesi akan segera mengalami tsunami inflasi dan jika tidak diantisipasi dengan baik , dampaknya akan fatal, menjerumuskan ekonomi nasional dalam jeratan resesi ekonomi.
Bisa saja kondisi resesi di Amerika akan bergeser ke Indonesia. Apa yang sedang terjadi di Srilanka, terjadinya huru- hara sosial,ekonomi dan politik bisa jadi akan segera merebak Indonesia. (*)