Jadi tidak mungkin negara yg sedang dan memiliki tujuan militer, tujuan politik, tujuan teritorial, dan tujuan ekonomi akan berhenti perang, hanya dengan himbauan dari negara lain.
Menjadi Presiden G-20, Indonesia terlalu naif untuk mengambil gagasan dan posisi untuk hanya mendorong semua pihak untuk mengakhiri perang dalam diplomasi internasional tetapi tidak memiliki proposal rencana perdamaian yang dapat diperdebatkan secara terbuka atau dalam sesi tertutup oleh mereka. pihak yang terlibat dalam perang.
Semestinya Indonesia sebelum pelaksanaan pertemuan para Menteri Luar Negeri dari G. 20 harus sudah mendapatkan gambaran tuntutan komprehensif rencana perdamaian dari : Rusia ( apa syarat Rusia ingin mengakhiri perang ) – Ukraina ( apa ingin mengairi perang dan AS, NATO , Uni Eropa apa yang diinginkan dari negara tersebut untuk mengakhiri perang Rusia dan Ukraina.
Baca Juga:Kembali Menggugat Presidential ThresholdNegara Sudah Berada Di Level Perampok Uang Rakyat
Sesulit apapun tuntutan masing-masing negara, harus tetap diketahui dulu tuntutan mereka, kemudian diperdebatkan ketika pertemuan Menteri Luar G-20 itu dilakukan, baik secara terbuka atau sesi tertutup. Kemudian dicarikan kompromi dari masing-masing negara.
“Itu sikap dan tindakan minimal yang harus diambil Indonesia sebagai Presiden G-20. Bukan cuma kebiasaan ngoceh menghimbau, berdasarkan moralitas dan kebaikan bersama”
Perang tidak mengakui moralitas dan tidak juga, kebaikan bersama. Perang mengakui kepentingan.
Melakukan yang terbaik saja tidak cukup. Sebagai ketua G. 20 harus bisa membuat proposal rencana perdamaian yang komprehensif yang dapat diperdebatkan secara terbuka atau dalam sesi tertutup untuk mengakhiri perang di Ukraina yang dapat diterima setidaknya oleh Rusia, Ukraina, Amerika Serikat dan NATO.
Tanpa memiliki proposal rencana perdamaian hanyalah lelucon besar. Bila Indonesia sebagai Presiden G-20 tidak belajar dan mengubah sikap, setelah pertemuan para Menteri Luar Negeri G.20, maka KTT G-20 di Bali mendatang hasilnya akan sama, tidak berarti, kegagalan besar, hanya kumpul – kumpul, basa basi dan photo photo.
Apalagi kalau Presiden Putin datang akan ada boikot dari kepala negara AS dan Uni Eropa. (*)
Sutoyo Abadi, Koordator Kajian Politik Merah Putih