Tanpa PT 0%, ruang untuk nyapres bagi para penggugat hampir tidak ada. Satu-satunya pintu: gugat UU pemilu.
Tapi, semua gugatan oleh MK ditolak. MK tetap kukuh mempertahankan UU Pemilu itu. Yaitu UU No 7 Tahun 2017 terutama Pasal 222 tentang syarat mengusung pasangan capres-cawapres.
Di sisi lain, publik tahu bahwa istana dan mayoritas partai tidak setuju UU Pemilu diubah. Mereka sepakat PT 20%. Apakah ini ikut menjadi pertimbangan bagi MK? Silakan anda analisis sendiri.
Baca Juga:Negara Sudah Berada Di Level Perampok Uang RakyatJangan Gunakan Kantong Plastik untuk Bungkus Daging Kurban, Akademisi: Daun Jati Lebih Awet dan Menghambat Pertumbuhan Mikroba
Dalam sejumlah keputusan hukum, tak jarang memang ada nuansa dan intervensi politik. Tidak sepenuhnya institusi hukum mampu berdiri tegak di atas pasal-pasal normatif dan berpegang pada prinsip keadilan.
Bagaimana dengan MK? Setiap orang punya tafsirnya masing-masing. Saya dan Anda juga punya tafsir. Bukan hanya tafsir, terkadang ada data yang tidak mudah untuk diungkap ke publik.
Memang, PT 20% menutup kesempatan bagi banyak tokoh mumpuni dan berintegritas untuk nyapres. Mengambil kesempatan untuk berkiprah lebih besar buat bangsa ini.
Di sisi lain PT 20% juga memberi ruang pada kelompok oligarki untuk menyiapkan calon boneka yang bisa dikontrol dan dikendalikan. Ini tentu kerugian buat bangsa ini.
PT 20% dianggap tidak ideal dan layak digugat. Tapi, tuntutan PT 0% dalam praktiknya tidak mudah, kalau tidak ingin dikatakan terlalu sulit. Malah ada yang menyebutnya gugatan ini sebagai “khayalan tingkat dewa”. Mungkin karena kalkulasi politiknya yang terlalu berat.
Ada anggapan bahwa PT 0% tidak rasional. PT 0% dianggap tidak menghargai partai yang juga punya suara dan pendukung. Jumlah suara itu signifikan.
Jika gugatan diterima MK, lalu diputuskan PT 0% dalam pilpres 2024, maka itu sama artinya partai tidak punya hak khusus untuk mengusung calon. Sebab, tanpa partai semua bisa mengusung calon.
Baca Juga:Gubernur Bank Indonesia Lantik Pengurus ISEI Cabang Bandung Periode 2022-2025Perekonomian Jabar Tumbuh Positif 5,61 persen, BI: Inflasi Melebihi Batas Target di Awal Tahun 2022
Sebagai win-win solution, kalau tidak dianggap ideal, Presidential Threshold sebaiknya disamakan saja dengan Parliamentary Threshold yaitu 4%.
Artinya, setiap partai yang punya kursi di DPR bisa mencalonkan pasangan capres-cawapres. Selain tidak menghilangkan hak khusus bagi partai, ini juga akan membuka ruang yang lebih lebar buat para tokoh yang merasa punya kemampuan untuk nyapres.