Tobas memaparkan, di tingkat internasional, Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD), yaitu mekanisme expert di bawah World Health Organization (WHO) pada tahun 2019 memberikan rekomendasi kepada The Commission on Narcotic Drugs (CND) yang dibentuk UN Economic and Social Council (UN ECOSOC) dan WHO untuk menghapus cannabis dan cannabis resin dari Schedule IV Convention on Narcotics Drugs 1961 dan hanya berada pada Schedule I Convention dimaksud.
Schedule IV ini hampir sama dengan Narkotika Golongan I di Indonesia sementara schedule I hampir sama dengan narkotika Golongan II dan III.
Atas rekomendasi ini, CND mengadakan voting dan sebagaimana tertuang pada Decision 63/17, Deletion of cannabis and cannbis resin form Sechedule IV of the Single Convention on Narcotic Drugs of 1961 as amended by the 1972 Protocol yang disetujui oleh 27 negara dengan 25 menolak dan 1 negara abstain.
Baca Juga:RUU Perlindungan Tokoh Dan Simbol Agama, Legislator: Tidak Ada Ruang Bagi Penista AgamaPenembakan Maut Mal Kopenhagen, Polisi Denmark: 3 Tewas, 1 Ditangkap
“Meskipun terjadi perdebatan namun penetapan ganja untuk kepentingan medis telah menjadi keputusan badan di PBB,” sebutnya.
Oleh karena itu, Tobas berharap, semua pihak diharapkan dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kemenkes untuk mengkaji hal ini. Penelitian tidak harus dilakukan dari awal karena sebelumnya telah terdapat penelitian dari berbagai negara termasuk dari komite expert di bawah PBB yang dapat dijadikan rujukan penelitian lanjutan.
Saat ini, tambahnya, juga tengah dilakukan pembahasan revisi UU Narkotika. Karenanya, informasi baik berupa hasil penelitian ahli maupun keterangan masyarakat akan menjadi bahan masukan revisi UU Narkotika.
Revisi UU Narkotika ini diharapkan juga dapat mengubah paradigma kebijakan narkotika selama ini yang selalu menempatkan persoalan narkotika sebagai persoalan hukum dan penegakan hukum semata. Padahal justru yang harus dikedepankan adalah penanganan kebijakan kesehatannya.
“Hukum digunakan untuk pihak-pihak yang memanfaatkan narkotika untuk kejahatan, sementara pendekatan kesehatan digunakan untuk kemanfaatan dan kemanusiaan serta menyelamatkan anak bangsa yang menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika,” tutup Tobas. (*)