Soeharto menyarankan untuk sementara Soedarsono pindah ke Resimen III Wiyoro bersamanya. Sebab Resimen tersebut sudah dalam keadaan siaga penuh menghadapi segala kemungkinan. Soedarsono setuju, menjelang Magrib ia tiba di Markas Resimen III Wiyoro tanpa pengawal. Ketika keluar dari mobil, dia menunjukkan surat telegram dari Panglima Besar Jenderal Soedirman, yang isinya menyebutkan dirinya harus menghadap segera.
“Saya tidak dapat berbuat apa-apa kecuali memberikan pengawalan dengan satu peleton berkendaraan truk,” ujar Soeharto.
Soeharto kemudian menerima telepon dari Jenderal Soedirman menjelang isya yang memerintahkan agar Soedarsono tetap di Resimen III Wiroyo. Soeharto melaporkan, Soedarsono tengah dalam perjalanan menghadap Jenderal Soedirman. “Dari pembicaraan lewat telepon itu, saya dapat menarik kesimpulan bahwa Pak Dirman tidak terlibat dalam konflik politik itu.”
Baca Juga:Dmitry Kolker Tewas Setelah Dibawa di Penjara Lefortovo Moskow Atas Tuduhan MakarRusia Tahan Anatoly Maslov dari Siberia Atas Dugaan Pengkhianatan Terhadap Negara
Tengah malam, Soedarsono datang lagi di Markas Resimen III Wiroyo dengan membawa rombongan. Rombongan itu terdiri atas pemimpin politik yang dikeluarkan dari Rumah Tahanan Wirogunan. Soedarsono memberi tahu Soeharto, bahwa dia telah memperoleh kuasa dari Jenderal Soedirman untuk menghadap Bung Karno di Istana pada 3 Juli 1946, pagi.
“Malam itu juga saya segera memberi informasi ke Istana, apa yang sedang terjadi di Wiyoro dan apa yang akan terjadi besok pagi di Istana. Saya persilakan menangkap sendiri Mayor Jenderal Soedarsono di Istana besok pagi dan saya jamin di luar Istana tidak akan terjadi apa-apa,” tutur Soeharto.
Pada 3 Juli 1946 pagi, Soedarsono dan rombongan pergi ke Istana. Mereka menggunakan sebuah sedan dan truk, dikawal oleh Sersan Gudel. Setibanya di Istana, Soedarsono menyodorkan maklumat supaya Kabinet Sjahrir II dibubarkan.
Selain itu, mereka juga mendesak agar presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi Soedarsono kepada Dewan Pimpinan Politik. Dewan Pimpinan Politik ini diusulkan diisi oleh Tan Malaka, Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, Boentaran Martoatmodjo, Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.
Maklumat tersebut ditolak oleh Sukarno dan ia memerintahkan penangkapan Soedarsono yang dianggap melakukan upaya makar dan kudeta. Pada akhirnya, Soedarsono dan Muhammad Yamin dijatuhi hukuman selama empat tahun penjara. Belakangan semua tahanan dibebaskan oleh Sukarno melalui pemberian grasi pada 17 Agustus 1948. Selain itu nama-nama mereka yang dahulu menjadi aktor kudeta saat ini sudah menjadi pahlawan nasional. (*)