SEJAK Oktober 1987, yang namanya Leter C atau Girik, Petok, Verponding dan segala dokumen tanah yang lama, sudah tidak berlaku. Batas waktunya sudah lewat 35 tahun. Tapi, masih saja ada yang menggunakan dokumen-dokumen itu di pengadilan.
Demikian dikemukakan Ketua Bidang Perundang-undangan, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI), sekaligus Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kabupaten Tangerang, Mumu Mugaera Djohar, dalam sebuah acara diskusi terbatas ‘Konflik Pertanahan’ di Bintaro, Tangerang Selatan, Sabtu (2/7/2022).
“Sekarang ini tidak ada lagi Leter C yang asli. Paling-paling yang ada cuma Catatan Leter C. Itu pun pasti bukan asli!” tegasnya.
Baca Juga:Jejak Mangkubumi Mendirikan Keraton YogyakartaSiapa Pendiri Masjid Saka Tunggal yang Diyakini Dibangun Sebelum Majapahit?
Diskusi yang berlangsung sehari penuh tersebut, digagas oleh Advokat Albert Kuhon dan dihadiri antara lain oleh Irjen Pol (Purn) Dr Ronny F Sompie, Gurubesar Ilmu Hukum Universitas Pancasila Prof Agus Surono, serta akademisi dari Universitas Nahdatul Ulama Indonesia Amsar Dulmanan dan Hasan Muaziz.
Albert Kuhon mengungkapkan, diskusi itu digagasnya karena keprihatinan akan maraknya perkara perdata tanah. Setiap tahun, rata-rata ada sekitar 3 ribu putusan perdata tanah di seluruh pengadilan di Indonesia. Atau 10 putusan perkara perdata tanah per hari kerja (asumsi 1 tahun setara 300 hari kerja). Atau 85,5 putusan perdata tanah per provinsi per tahun.
“Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang dikenal sebagai UUPA sudah terbit 60 tahun lebih, tapi urusan keabsahan kepemilikan tanah di Indonesia masih juga karut-marut,” tutur advokat yang juga wartawan senior itu.
Sementara menurut Mugaera Djohar, sengkarut itu antara lain disebabkan tidak konsistennya sikap Pemerintah menangani kemelut pertanahan. UUPA dan berbagai turunan peraturannya sudah bagus, tetapi tidak diterapkan secara konsisten. Semestinya, semua pihak menyadari, segala dokumen tanah yang lama sudah berakhir dan tidak berlaku lagi sejak Oktober 1987.
Nyatanya, masih ada pihak-pihak yang berperkara menggunakan alat bukti hak-hak lama, seperti Leter C atau Girik, Leter D atau Petok, Verponding dan lain-lain. Tragisnya, dalam banyak kasus perdata tanah, Leter C atau Leter D masih juga diterima sebagai alat bukti.
Ditegaskannya, Leter C adalah catatan pembayaran pajak, seperti catatan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bukan bukti pemilikan tanah. “Ini harus dipahami oleh para penegak hukum, termasuk penyidik, penuntut umum dan hakim,” terang Mugaera.