PENGAMAT energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Riadhi menilai penerapan sistem pendaftaran online dan aplikasi ponsel seperti MyPertamina demi mengontrol penyaluran BBM bersubsidi sebagai kebijakan yang berpotensi blunder dan justru mempersulit masyarakat kelas menengah ke bawah yang tidak memiliki akses internet.
Pertamina mulai membuka uji coba pendaftaran melalui situs dan aplikasi MyPertamina di 11 kabupaten dan kota pada Jumat (01/7/2022) sebagai langkah awal untuk mendata masyarakat yang berhak menerima BBM bersubsidi. Pertamina juga akan menyiapkan pusat pendaftaran di sejumlah SPBU untuk mengakomodasi masyarakat yang tidak memiliki akses internet.
Pembatasan dengan instrumen baru ini dilakukan ketika beban biaya subsidi energi yang harus ditanggung pemerintah Indonesia membengkak hingga Rp520 triliun, nilai subsidi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia, akibat melonjaknya harga minyak dunia.
Baca Juga:Kapal Terbelah Dihantam Topan di Laut China Selatan, Puluhan Awak MenghilangRuja Ignatova Pelaku Penipuan Kripto Buron FBI, Hilang Sejak 2017
Sementara itu, konsumsi BBM bersubsidi terancam melebihi kuota yang telah ditetapkan pemerintah. Namun, mayoritas penikmatnya justru berasal dari masyarakat yang mampu secara ekonomi.
Sebelumnya, Bank Dunia melalui laporan Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2022 menyebutkan bahwa Indonesia perlu menyesuaikan harga BBM di dalam negeri karena subsidi yang ditanggung pemerintah lebih banyak dinikmati kalangan menengah ke atas.
Menurut Bank Dunia, penghapusan subsidi akan menghemat 1% dari PDB Indonesia, dan untuk membantu masyarakat kelas menengah ke bawah bisa dilakukan lewat penambahan bantuan sosial.
Fahmy mengatakan penerapan sistem berbasis digital justru berpotensi menjauhkan masyarakat miskin tanpa akses internet dari kesempatan untuk mengakses BBM bersubsidi, padahal merekalah yang menjadi sasaran utama dalam program ini.
“Konsumen yang berhak [menerima subsidi] tidak semua memiliki gawai, maka ada kemungkinan justru masyarakat miskin yang berhak menerima subsidi tidak bisa membeli Pertalite. Ini kan ironis,” kata Fahmy dikutip BBC Indonesia, Minggu (3/7/2022).
Di satu sisi, Fahmy mengatakan pembatasan akses terhadap BBM bersubsidi memang perlu dilakukan demi menjaga keuangan negara, apalagi di tengah tingginya disparitas harga di konsumen dengan acuan harga di tingkat global.
Namun, pemerintah perlu memikirkan skema yang lebih sederhana tanpa mengesampingkan kelompok masyarakat miskin yang tidak memiliki akses itu.