Hamengkubuwana tidak menuruti nasehat Hartingh. Ia kemudian memerintahkan Jayawinata, orang kepercayaannya, untuk melakukan survei lokasi dan menunjuk daerah Gamping sebagai tempat istana sementara (kraton pasanggrahan). Rupanya, raja baru itu masih mencari daerah yang tepat bagi istana permanen. Gamping sendiri dipilih karena enam tahun sebelumnya Hamengkubuwana pernah tinggal di situ. Pada April 1755, keraton Hamengkubuwana secara resmi berkedudukan di Gamping.
Hanya beberapa bulan menghuni istana di Gamping, keraton baru yang permanen sudah siap dihuni. Berdasarkan catatan Ricklefs, tidak ada titi mangsa pasti yang menunjukkan kapan Hamengkubuwana pindah ke istana di daerah yang sekarang bernama Yogyakarta itu.
Babad Mangkubumi memberi petunjuk bahwa perpindahan terjadi pada tanggal yang sama dengan 6 November 1755. Sementara arsip-arsip VOC merujuk pada sekitar bulan Februari 1756.
Baca Juga:Siapa Pendiri Masjid Saka Tunggal yang Diyakini Dibangun Sebelum Majapahit?Di Mana Makam Sunan Kalijaga di Demak atau Tuban?
Dalam surat-surat Residen Yogyakarta C. Donkel kepada Hartingh hingga 9 Februari 1756, tertulis “Cratong Passanggrahan”, yang berarti bahwa Hamengkubuwana masih menetap di Gamping pada tanggal itu.
Sesudah 12 Februari 1756, tertera “Djokjo”. Dan setelah 14 April 1756 tertulis “Djokjocarta”. Ini menjadi petunjuk penting bahwa keraton telah berpindah dan sudah secara resmi diberi nama Ngayogyakarto Adiningrat.
Di dalam keraton Yogyakarta sendiri, pendiriannya ditandai dengan sebuah candrasengkala (kronogram) yang melukiskan “dwi naga rasa tunggal” (dua naga bersatu rasa). Dalam khazanah semiotika Jawa, candrasengkala tersebut menyimbolkan tahun Jawa 1682 yang baru dimulai pada penanggalan Masehi September 1756.
Saat itu, Hamengkubuwana, yang dijuluki Ricklefs sebagai “penguasa paling berbakat dalam sejarah Jawa modern”, diperkirakan sudah memasuki usia empat puluhan. Sebuah usia yang cukup matang untuk menjadi raja.
Para sejarawan Jawa yang meneliti keraton Yogyakarta kemudian menyepakati bahwa keraton Yogyakarta diresmikan dan mulai dihuni secara permanen pada 7 Oktober 1756. (*)